Laman

Senin, 14 Maret 2011

PUTI BRAMBANG SARI

PUTI BRAMBANG SARI
Asal Usul Nama di Sirat Madina
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana

Alkisah ,disebuah perladangan hiduplah sepasang suamu isteri dengan mengerjakan sawah ladang untuk mengharungi hidup dan kehidupannya. Sang isteri bernama Puti Brambang Sari dan suami bernama Sutan Sinata. Puti Brambang sari berasal dari Ranah Minang yang dijujur oleh Sutan Sinata ketika mereka dipertemukan jodohnya oleh orangtua mereka.
Mereka hidup sangat sederhana diperladangan itu dengan hasil pertanian yang melimpah ruah dan oleh sebab itu orang-orang Arab seperti Ibnu Bathuthah dan orang Sipatokah (Portugis) mencari rempah- rempah ke Ranah Nata. Karena luasnya tanah datar yang dipergunakan untuk bersawah ladang, makanya daerah tersebut dinamakan Nata atau Natar yang berarti tanah datar yang luas sebagai perladangan.

Ketika mereka baru saja memetik hasil panen, Puti Brambang Sari mengajak suaminya berhari raya ke Ranah Minang guna untuk berkumpul dengan orangtua dan sanak keluarganya disana. Permintaan sang isteri di kabulkan oleh Sutan Sinata, apalagi mereka belum mempunyai keturunan dan tentu saja tiada halangan untuk mengadakan perjalanan melalui laut.

Pada suatu hari pergilah Sutan Sinata dengan Puti Brambang Sari menebang sebatang pohon ipuh yang besar untuk dijadikan biduk sebagai kenderaan mereka pergi ke Ranah Minang itu. Selang beberapa hari, biduk yang dibuat merekapun siap. Untuk layar mereka mempergunakan kulit kayu ipuh sebagai layar. Sedangkan pada kiri kanan biduk itu mereka buat sejenis kepak dengan berbuah kati agar jangan mudah karam nantinya.

Setelah Puti Brambang Sari mempersiapkan segala sesuatunya sebagai perbekalan mereka ke Ranah Minang seperti temburung kelapa (mundam) untuk menimba air jika ada yang masuk ke biduk, nasi sebungkus,kain yang berlipat, galah dan lain sebagainya. Akhirnya dalam suasana kondisi laut yang ramah karena ombak yang teduh, merekapun berangkatlan menuju arah Selatan yaitu ke Ranah Minang.

Ketika mereka sampai di bagian Batu Bakuduong yaitu pantai perbatasan dengan Sumatera Barat, mereka di hadang oleh Rajo Biluluok yang datang dari Pulou Telok untuk ke Ranah Nata. Setelah Rajo Biluluok merapat ke biduk Sutan Sinata, hati Rajo Biluluok tersirap dan berdebar-debar melihat kecantikan Puti Brambang Sari yang luas biasa itu, sehingga dia terpesona dan ingin dijadikannya sebagai isterinya yang keberapa. Tentu saja Sutan Sinata tidak membiarkan hasrat Rajo Biluluok itu, karena Puti adalah isterinya yang sah dan masih dalam suasana berbulan madu.
Maka terjadilah kejar-kejaran. Ketika Sutan Sinata berada dibagian Taluok Sinata, biduk mereka tersekat pada sebuah karang,lalu Puti berteriak.. Ujung Tuan..!!! Ujung Tuan…,katanya pada suaminya. Sementara Rajo Biluluok tetap mengejar dari belakang. Malang tak dapat ditolak dan mujur tak dapat diraih, datanglah badai menghantam dengan suguhan ombak yang besar sehingga mereka kalang kabut dan akhirnya tenggelam. Semua perbekalan mereka hanyut dibawa arus lautan Samudera Indonesia.

Tempat biduk mereka tersekat tersebut sampai sekarang dinamakan Ujung Tuan, sedangkan tempat karam mereka dinamakan Taluok Sinata dan makam mereka diperkirakan itulah batu nisan yang berobah-roban bentuk yang terdapat di Pulau Rubiah dekat Ujung Tuan.
Adapun galah mereka tertahan di Batahan dan itulah Bukit Sinanggala, sedangkan tempurung kelapa atau mudam menjadi batu dan itulah sekarang yang dinamakan Batu Mundam, perbatasan dengan Sibolga. Adapun nasi sebungkus,lipat kain juga menjadi karang dan itulah Pulau Nasi Sabungkui, Pulau Lipat Kain dan Pulau Bakah.
Benar atau tidaknya, inilah cerita rakyat Ranah Nata yang diceritakan secara turun temurun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar