Laman

Jumat, 04 Maret 2011

MADINA YANG MADANI

Dimana Madina nan Madani ?

Sejak zaman Nabi Sulaiman As, Ranah Nata sudah dihuni oleh Bangsa Bugis dan Batak. Mungkin yang dimaksud Batak disini adalah Mandailing dan mungkin juga orang-orang Batak yang ada di Sibolga atau Tapanuli Tengah di Pesisir Barat Sumatera,karena dulunya jalur perhubungan melalui lautan.
Pada abad ketujuh Hijriah, Ibnu Bathutah datang ke Ranah Nata ( 1325 – 1345 ) dan menamai tempat ini Ranah Nata, sehubungan dengan sedang terjadinya tragedi hukuman yang dilaksanakan diatas sebuah bukit kecil yaitu Bukik Bandera. Ranah Nata berasal dari bahasa Arab yang artinya “ Jeritan di atas bukit kecil ”. Kemudian masuk Portugis ( 1492 – 1498 ) dan disebabkan panorama yang dimiliki Ranah Nata sama dengan indahnya Natal di Durban dan Africa Selatan, lalu mereka menamakan tempat ini Natal. Demikian juga datangnya Mangaraja Uhum dan pindah ke Ranah Nata dan karena melihat pemandangan yang indah di Tor Pangolat , maka mereka namakan Natar ( yang terindah ). Apapun nama yang diberikan oleh mereka, yang jelas aslinya adalah Ranah Nata, sesuai dengan lidah Masyarakat Adat Ranah Nata yang menyebutnya sampai sekarang ini. Natal , Natar atau Natolu , itu adalah nama samaran atau alias saja.
Pantas sekali penulis menyebutnya Serambi Makkah Mesir Madina, sebab Ranah Nata adalah Seram bi masuknya bangsa Arya ( Holing ) maupun Mande Hilang yaitu asal kata dari Mandailing, sedang kan Makkah adalah Malako dan itulah ibukota Kerajaan Ranah Nata. Mesir adalah singkatan dari Melayu Pesisir (Mesir) yaitu etnis Bangsa Ranah Nata yang berada di Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Ranah Nata menempuh masa emasnya pada tahun 1837 dan 1842 ketika menjadi bagian dari Air Bangis Sumatera Barat karena seadat,seagama,sebangsa dan sebahasa yaitu Melayu Pesisir ( Mesir ) . Kemudian Ranah Nata yang dari “ Lembah Sorik Marapi sampai ke tepi ombah yang berdebur “ atau “ Antaro Batu nan Ampek “ atau “ Batang Natolu”, kemudian dicabik dua menjadi Nata dan Batang Nata. Nata dibagi menjadi tiga bagian yaitu Kedewanan Nata,Batahan dan Singkuang yang kini men jadi Kecamatan Nata, Batahan dan Mubadis,sedangkan Batangnata dibagi dua yaitu Batangnata dan Linggabayu. Kemudian Batahan dicabik dua, Batahan dan Sinunukan dan Linggabayu dicabik dua pula yaitu Linggabayu dan Ranto Baek,sehingga Ranah Nata sudah dicabik tujuh bagian.
Kini , pecahan atau cabikan yang tujuh bagian itu akan dijahit dengan benang pemekaran Madi na dalam pamedangan Pantai Barat di Mandailing sehingga diberi nama Kabupaten Pantai Barat Mandailing ( Pabarling ). Ditinjau dari geografi, memang Ranah Nata terletak di pantai barat Sumatera dan Ranah Nata adalah bagian dari Mandailing. Sebenarnya kalimat ini adalah terbalik, sebab lebih dahulu adanya Ranah Nata yang merupakan Ranah tertua di Mandailing dan kalimat yang tepat adalah Mandailing Pantai Barat. Oleh karena jalur perhubungan dulunya adalah dari lautan, maka semua rempah-rempah yang ada di Mandailing dibawa melalui Pelabuhan Natal seperti karet, kopi Mandailing,kemenyan,kapur dan lain sebagainya.
Ketika menjadi bagian dari Tapanuli Selatan ( Tapsel ), orang menjadikan sebutan Tapsel dengan “ Tak pernah selesai “, Pada tahun 1999, Ranah Nata menjadi bagian dari Mandailing Nata (Madina), inipun dibuat ciloteh menjadi “ Main di mana-mana “. Memang dunia ini pernuh perlombaan dan permainan, sehingga timbul suatu pertanyaan “ Dimana Madinan nan Madani ? “. Beberapa pera saan mencuat di bibir masyarakat di Ranah Nata khususnya, antara lain sebagai berikut :

1. Sektor Perhubungan :
Kita sama mengetahui begitu besarnya potensi alam Ranah Nata khususnya seperti hasil laut (ikan),hasil hutan (kayu kayan),pertanian ( kelapa, sarang walet, sawit, karet dan padi ). Apakah hasil ini tidak sanggup me- Madani- kan jalur perhubungan darat ke Ranah Nata ?
2. Sektor Pertanian :
Kita sama mengetahui begitu luasnya tanah ulayat Ranah nata yang sekarang sudah dikuasai dan diusahai oleh para pengusaha dengan perkebunan kelapa sawit, apakah tidak bisa para peta ni pengusaha itu me – Madani- kan Masyarakat Ranah Nata dengan mengikutkan mereka menjadi peserta petani inti rakyat ( PIR ) atau plasma ? Bila kita kumpulkan buih-buih mulut masya rakat yang menyampaikan permohonan kepada pengusaha yang mengobrak abrik tanah warisan nenek moyang mereka, mungkin sama banyaknya dengan air Galoro atau Galodo yang menimpa Ranah Nata yang terjadi di Tabuyung, Bintuas, Sikarakara dan Pasa Jirak ( Galoro/Tsunami ), Singkuang ,Batahan dan Batangnata ( Galodo ) yang menimpa baru-baru ini. Semua bicara tak di dengarkan lagi dan terpaksa dengan bahasa isyarat (demo). Sayang masing-masing salah langkah dalam Nata Aksi Demo ( NAD ) sehingga melahirkan swiping Serentak Tigapuluh April ( SERGAP ) yang membuat masyarakat trauma.


Penulis juga mendapat jatah Sergap dipagi Jum’at tgl.30 April 2010, ketika penulis siap menaikkan bendera di tempat bekerja, lalu melihat sebagian dari arah pasar dan menyetop sebuah kende raan beroda empat dari arah Panggautan yang tentu saja penulis tercengang melihatnya, lalu mendapat perintah “ Masuk Pak ! “. Kemudian aku menoleh kembali dan setelah dekat,aku melihat “ Paha Ayam “ dipinggangnya dan mereka berkata “ Nanti ku Tembak “. Aku segera masuk dan berlari ke Kantin dan ketika aku menutup pintu, tiba-tiba melompat beberapa orang melalui pagar yang terkunci, hatiku pun semakin berdebar-debar.
3. Sektor Pendidikan :
Kita semua tahu bahwa di Ranah Nata berbagai lembaga ilmu pendidikan baik tingkat TK/SD/MI/SMP/MTs/SMA/MAN sudah menjamur bagai dimusim hujan dan begitu juga tenaga pendidiknya dengan berbagai disiplin ilmu dan sudah banyak yang di sertifikasi status keguruannya. Tetapi kenapa tugas guru yang disertifikasi hampir sama dengan guru Pegawai Honor Komite (PHK),sedangkan para PHK bergaji dibawah Rp.500.000/ bulan dan diterima 2 atau 3 kali dalam setahun ? Sudah gajinya sampai setengah tahun dikumpul, namun tidak mengalami kenaikan yang berarti mengajari guru untuk berhutang kemana dan mungkin itulah yang dikatakan “ Main Di Mana-mana “.
4. Sektor Kesehatan :
Kita sangat berbangga hati atas berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Natal, walaupun habisnya peninggalan sejarah Multatuli itu tinggal coraknya ,tapi dari segi manfaat ,setiap pasien mayoritas disuruh berobat ke ibukota Kabupaten (Panyabungan). Apakah tidak bisa di Madani-kan para tenaga kesehatan di RSUD tersebut atau peralatan yang tidak ada atau kurang lengkap ???.
5. Sektor Agama
Kita juga bangga dengan banyak Lembaga Pendidikan Agama di Ranah Nata, baik Negeri
maupun Swasta. Adakah Pemerintah menempat Guru Negeri di Madrasah ?? Dari sisi ilmu ketajwidan sangan minim sekali, apalagi sekarang kaset tape/CD sudah pandai mengaji dan mungkinkah yang akan datang Adzan lewat CD ??

6. Sektor Seni dan Budaya :
a. Kita turut berbangga hati dengan telah banyaknya beredar kaset CD lagu-lagu daerah Mandailing Natal (Madina). Lebih kurang dari 50 keping koleksi lagu-lagu Daerah Madina, tidak ada kita dapati lagu daerah Natal ( Ranah Nata ). Dinama letaknya Natal jika dikatakan Tapsel Madina ?? Hanya ada satu lagu daerah Natal dalam Album Al- Musyarrafah Production dengan judul “ Pantai Natal “ vocal Hj.Magdalena Hasyim Padangsidimpuan. Lain halnya dengan Sinandong Dendang Melayu Pesisir ( Sinden Mesir ) Ranah Nata produksi Sry Record. Dalam album Aceh Sitoli (vol.1) terdapat lagu Mandailing ( Holong Naso Sampe vocal Irwansyah Putra ) dan Sa Suku Sa Marga ( Nata – Mandailing , vocal Fahdlan Syukri dan Rhina Syafitra ), sedangkan pada vol.II judul Shaff Ria terdapat lagu Lina ( Mandailing, vocal Irwansyah Putra ), Manjujuo ( Nata – Mandailing vocal Sry Wardahningsih & Imwar R.Amanda ), Duo Ranah ( Nata – Minang vocal Fadhlan Syukri – Jeje Kaslina ) dan lagu Kawin Sipatu ( Nata – Jawa vocal Sry Wardahningsih & Asdiana ).
b. Sejak zaman dahulu bahwa setiap melaksanakan peresmian pesta perkawinan selalu diadakan acara Baralek, walaupun disana sini banyak terdapat perobahan, tetapi ada pula yang perlu dikembalikan, karena membawa dampak yang kurang baik. Salah satu adalah acara “ Manjalang “ yang merupakan wadah silaturrahmi keluarga, dimana saling memperkenalkan kerabat dekat Marapuley dan Anakdaro secara timbal balik. Tetapi hal ini telah hilang dan berganti dengan kunjungan pada suasana Hari Ghayo Idul fithri dengan cara yang berbeda. Dulu, dalam acara ini para saudara,anak kemenakan datang bersilaturrahmi dengan membawa seranta ngan juadah tradisional, tetapi sekarang tanpa membawa apa-apa kecuali tas kecil yang yang di sandang anak-anaknya untuk meminta “ Salam Tempel “.
c. Acara Kesenian Daerah Badendang sekarang hampir punah dari ulayat pantun dendang pesisir pantun berantai ( Desir Pantai ) ini dan telah digantikan oleh keyboard yang membawakan udara ke-Barat-baratan sehingga angin ke-Timuran kita hampir punah dengan udara Si Rancak Adat itu. Dalam rangka untuk menghidup suburkan dan melestarikan kembali Seni Budaya Daerah Ranah Nata, kiranya dapat diadakan Pekan Lomba Seni Tradisional Ranah Nata ( PESTARANA ) pada hari raya Idul Fitri setiap tahunnya.
d. Salah satu acara seni budaya yang melambangkan persatuan dan mencitrakan etnis dan profil Masyarakat Adat Ranah Nata yang disebut “ Main Sinduang & Simuntu Dayak “. Bisakah permainan itu kita Madani-kan di daerah asalnya Ranah Nata yang kita cintai ini ???



7. Sektor Penerangan :
Beberapa puluh tahun Ranah Nata telah dijamah oleh aliran listrik dengan masuknya Listrik Masuk Desa, sehingga pelosok-pelosok di Ranah Nata telah terang benderang,kecuali Gugung di Kampungsawah Mudik. Menjelang masuknya tahun 2010, PLN berobah disebab kan Padam Lebih lama baru Nyala dan Poltase Lemah & Nyedrop. Hal ini difaktakan dimana dulunya jam 22.00 wib sudah bisa di aktif kan komputer, tetapi sekarang baru bisa di operasikan jam 24.00 dan kadang-kadang sampai siang baru bisa. Apakah tidak bisa di – Madani-kan jalur pantai barat menjadi jalur arus listrik, sebab jalur mandailing batang natal sangat rawan musibah seperti longsor dan kayu tumbang,walaupun kadang tidak masuk akal, karena mungkinkan longsor setiap hari ?
8. Sektor Hukum & Wilayah :
Sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa Pengadilan tidak berhak merobah atau membatalkan keputusan hasil rapat adat tentang tanah spekulen ( tanah adat ). Tetapi sejak tahun 2007 sampai sekarang masih tetap terpancang sebuah papan nama Selamat Datang di Desa Setia Karya, padahal masih 1 km lagi baru sampai keperbatasan Sisi Pancang Kedaulatan ( SIPADAN ) di Anak Ayie Muridun Pancang Peje yang sekarang populer dengan nama Anak Ayie Kucieng jalang. Apakah hal ini tidak bisa di selesaikan,padahal sudah sampai kepada yang berwenang hingga Kapolda Sumut.
Bila kita bicara tentang Sipadan yang memisahkan Daerah Tugas Kedaulatan ( DATUK ) antara Datuk dengan batas alami yang dalam istilah disebut Karak-karak karena tidak beraturan disebabkan oleh batas alami yaitu lereng bukik, aliran sungai dan lain sebagainya.
Sipadan yang telah ditetapkan tidak bisa dipindahkan atau alih sipadan,karena telah dikunci dengan petitih atau pepatah “ Ka ateh indak ba pucuok, kabawah indak ba urek “ atau “ ka bukik bagulieng ayie, ka lurah ba gulieng tanah “ dan “ janji ma ungkei buek “. Kemudian datang ukuran pertanahan dengan jalan lurus dari sudut ke sudut yang dalam adat dikatakan “ Lempieng “, maka terjadi lah petrbedaan karena “ Karak-karak di timpok Lempieng “ yang ,mengakibatkan tambah kurangnya ulayat itu,sebab ada yang termasuk dan ada pula yang tersisa dan terjadilah perbedaan yang mengakibatkan NAD dan SERGAP.
9. Sektor Pariwisata :
Alam Ranah Nata yang begitu indah dan mempesona, tidak di-Madanikan sehingga banyak sisa-sisa sejarah yang terbengkalai beitu saja bahkan ada yang sudah dibongkar dan dimusnahkan oleh mereka. Alam Ranah Nata hanya dimanfaatkan oleh para producer lagu-lagu daerah khususnya Mandailing yaitu produksi kaset VCD untuk klip lagu-lagu berlokasi shooting di pantai Natal atau Pantai Barat di Ranah Nata.
Sejak diproduksinya kaset VCD Al-Musyarrofah Production lagu “ Pantai Natal “ oleh Hj.Magdalena Hasyim, menyusul Odang Productian dalam album “ Sampuraga “ berlokasi shooting di Pantai Natal dan Taluk Sikarakara. Selanjutnya, muncul Kurnia Musik Psp dal lagu Pantai Laut Natal dan kemudia B@i Pro Panyabungan dengan lagu-lagu Pulau Harapan, Chintya dan Ayah yang men caplok klip milik Sry Record Ranah Nata, dimana klip itu diperuntukkan untuk lagu “ Gerep “ ( vocal Esa Cipta Adelina & Sry Wardaningsih ) , “ Musibah Batu Banieng “ ( vocal Irwansyah Putra ) , “ Upiek Ketek “ ( vocal Fadhlan Syukri & Irwansyah Putra ) , “ Basampan Cinto “ ( vocal Jeje Kaslina & Irwansyah Putra ) dan “ Shaff Ria “ ( vocal Imwar R.Amanda ) ciptaan Shaff Ra Alisyahbana. Aada juga album “ Duo Ranah “ produksi B@i Pro yaitu lagu-lagu “ Bungkuy Tarawang voc. Budi Rahman Nst, “ Trauli “ dan “ Shaff Ria “ voc. Imwar R. Amanda , “ Nasib Ranah “ voc. Imwar R.Amanda & Budi Rahman Nst.,“ Ratok Nasib “ voc. Ummi Habibah Mondoilik, “ Duo Ranah “ voc.Adi Cs & Ummui Habibah dan lagu “ Atjeh Sitoli “ vocal Adi Cs.
Kalau kita tilik dari persediaan artis biduan, sudah memantapkan Ranah Nata hadir di blantika musik Indonesia seperti Irwan syah Putra,Rhina Syahfitra,Liya Vidya,Fadhlan Syukri,Imwar R.Amanda, Sry Wardahngingsih, Asdiana, Jeje Kaslina, Sulismiatin, M.Rafiq, Esa Cipta Adelina , Sry Rahayu dan lainnya dan ditambah 2 orang yang sumando yaitu Rizky Nasution dan Budi rahman Nasution, kemudia Elfi Adilla, putri Ranah Nata yang berdiam di kota Kipang Panyabungan.

Akhirnya , hal ini akan terlaksana setelah pergantian Kepala Daerah / Bupati Mandailing Natal dan selambat-lambatnya setelah berdi rinya Kabupaten Pantai Barat Mandailing ( usul penulis dalam bait lagu “ Nasib Ranah “ adalah KABUPATEN RANAH NATA ) , sehingga munculnya Rakyat Benah Nasib & Tahta ( RANAH NATA }.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar