Laman

Minggu, 27 Februari 2011

DESIR PANTAI RANAH NATA


DESIR PANTAI KERAJAAN
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana

Datuk Imam dari Ujuong Gadieng
Mambaok dosanak ka Padang Malako,
Ratok gumam untuong nan santieng
Jauoh di sarak sanak sudaro

Rajo nan Sutan di Indopuro
Mambaok dosanak ka Linggobayu,
Apoko garan sanak sudaro
Maharok pintak kito batamu

Datuk Imam Rajo nan Sutan
Dari Ujuong Gadieng jo Indopuro,
Ratok bagumam sansaro badan
Carikan untuong santieng baleno

Padang Malako di Mudiek Ayie
Badakek jo suak Paku Lauik ,
Sanang sansaro ambiek jo rayie
Malakik awak maramu hiduik.

Dari Malako ka Kampuong Bukik
Tagak musajik di Tapieng Batu,
Badan sansaro manangguong sakik
Awak ba sakik manokan maju.

Kampuong Bukik jo Sawah Laweh
Ka sungei banamo Sawah Lambah,
Untuong basakik nan di patureh
Ma ungkei usaho di Ranah Nata.

Kampuong Bukik di lerieng bukik
Tampak nan dari Kampuong Pudieng,
Untuong basakin di erieng sulik
Sajak badiri guntuong jo sentieng.

Alah ba buni unggeh cancebo
Tando mugarib alah tibo,
Sudah ba uni Ranah Malako
Apo di lakik ba usaho.

Kontler banamo si Multatuli
Anak mudo dari Ulando ,
Geger bacinto si kandak hati
Adat mangato jo ugamo.

Upiek Ketek si anak Datuok
Umuo baru sa tungkuoh jaguong,
Adiek mengkek rancak di tampuok
Ukuo rindu sa rangkuoh dayuong.

LUKAH GILO


PERMATA
PERMAINAN REMAJA NATA
Oleh : Shaff Ra AlisyahbanaLUKAH GILO

Permianan ini adalah berasal dari Angku Abdul Halim Pandeka yaitu sebuah bubu yang dibuat menari-nari. Bubu didirikan dan diberi berpakaian seperti baju dan kupiah. Pemain melibaskan sepotong rotan ke lantai sambil menyanyikan lagu :
Sip ……..lukah ………asip  )
Gilo …… lukah …… gilo      )  2 x

Indak bamban panjalin lukah
Tibo di lukah banyak abaginyo
Abagi – bagai tumbuoh di pagai
Kalapo tumbuoh di matonyo
Sungguoh batanyo ka nan langkei
Sungguoh bak nio bak katonyo

Anak singiang – ngiang rimbo
Basarang di buku tabu
Sungguoh bak nian bak katonyo
Kito baduo sajo tau

Pisang sasikek duo sikek
Sasikek di ateh  abun
Anak bujang jolong ba ikek
Sungguoh bak bungo kambang alun

BABIBI-BIBI
Acara ini dimainkan oleh para wanita muda di siang hari dalam acara Tunghun Ka Ayie yaitu hari pertama si bayi Menginjakkan kakinya ke tanah. Babibibibi disenbandungkan para kaum ibu dengan irama kesenian daerah pesisir Nata Seperti Si Kambang, Si Mambang atau Sagu Jao.dengan pantun Desir Pantai yang berbau nasehat yang di iringi oleh musik talempong, aguong dan canang , antara lain :
Batang pauoh batang cubadak
Subaliek batang si kasumbo
Ayah jauoh anak taragak
Musim pabilo kan basuo

Lapeh nan dari belok Guguong
Mandapekkan belok Patupangan
Harago diri nak Bundo Kanduong
Malapehkan jerok dari tangan

Lapeh nan dari belok Bangei
Mandaki pulo belok Guguong
Leseh diri nak jago parangei
Harago diri Bunbdo Kanduong

BAJODEN
Bajoden hampir sama dengan Babibibibi , tetapi tidak mempunyai alat musik. Si anak di ayun dalam buayan.
Sambil mengayun anak, si ibu mendendangkan anaknya dengan pantun – pantun nasehat seperti halnya Babibibibi.
BAGALOMBANG
Bagalombang adalah Seni Tari yang merupakan seni Bela Diri di Ranah Nata yang terdiri dari Silek Padang dan Silek Balam. Permainan ini dipersembahkan dalam acara menyambut kedatangan Marapuley sesudah acara Arak Patang dalam acara Baralek, atau kedatangan tamu kebesaran. Permainan ini dimainkan oleh dua kelompok pesilat Ranah Nata dan sepasang pesilat jika Silat Padang atau Silat Balam

TUGHUN KA AYIE
Acara ini adalah dalam rangka untuk memberi nama kepada si anak dalamm rangka Bacukuo, Tughun Mandi dan Agie Namo.Si anak dibawa turun kebawah oleh Bidan Kampung dengan
berpakaian bagus yang digendong dengan Salendang Banang Ameh , Payuong Sitin, Colok Pusuong Barasam, sedangkan Paragat Tughun Ka Ayie ditaruh diatas Dulang ba Rangkok seperti cermin.sisir dan peralatan mandi.
Sesudah acara Tughun Mandi, dilanjutkan dgn
Bacukuo Rambuik dan dilanjutkan dengan Agie Namo yang disuguhkan Jamba Buek Namo. Setelah pemberian nama di fatihahkan, si anak dimasukkan dalam ayunan yang terdiri dari tali Kain Panjang dan Badan Ayunan Kati Jao dan penarik ayunan dengan Bungkuy Tarawang dan diayunan dengan Marhaban. Dibawah ayunan diletakkan se takar beras yang diatasnya dipancangkan sebuah telur ayam, sedangkan di dekat tangga dibakar daun Rumpuik Sauik.

BAGIMBA
Bagimba atau Tabuik dilaksanakan masyarakat kaum Syi’ah atau kaum Suluk, karena acara Bagimba adalah penutupan berakhirnya masa Suluk. Dalam acara ini diadakan Badikie, Badendang, Pencak Silat, Tabuik dan Tari Debus. Acara ini diadakan dalam rangka kegembiraan keluarnya para pesuluk yang disambut atau dijemput oleh sanak keluarga yang datang ke lokasi persulukan. Untuk wilayah Ranah Nata  acara Bagimba diadakan seperti di Tabuyung,Singkuang,Buburan, Bintuas, Patiluban dan Jambuo Aceh.

SITINJOU
Sitijuo adalah permainan orang tua-tua di Ranah Nata yang dimainkan dengan 2 buah tonggak batang bambu yang pada ruasnya diberi bertopang. Permainan ini secara Nasional disebut main Rnggrang dengan mempertunjukkan kebolehan melangkah dengan kaki yang disambung dengan bambu bercabang itu. Biasanya parit yang berukuran 3 meter lebarnya ,bisa dilangkahi dengan Sitinjou.
Permainan yang sejenis ini ada juga terbuat dari tempurung yang bermata tiga, kemudian diberi tali sebagai tonggaknya.

TAMTAM BUKU
Main Ularnaga yang panjang di Ranah Nata dinamakan Tam-tam Buku yang hampir sama dengan permainan Kulik – kulik Gagak,tetapi setelah mengelilingi
 yang dua orang sambil bernyanyi :

Tam – tam buku , cirewek banda limo.Pata paku pata dendieng , cari kawan tangkap Satu  Tu…tu…tu…tu, tu …tu….tu…..tu ….

Lalu memasuki pintu gerbang si Bulan dan Si Bintang Bulan dan Bintang menangkap pemain yang terakhir dibelakang dengan menangkap tangannya
yang melingkar. Dalam penangkapan ini terjadilah soal jawab antara Ketua peserta dengan penangkap( Bulan dan Bintang )

Soal  : Mangapo di tangkok anak kami  ?  jawab : Dipijaknyo tanah labu kami
Indak bulie di ganti ?  jawab Indak
Ado sureknyo…. ? Masuok dalam sumuo , jawab Bulan dan Biontang !
Indak bulie di kaik ? jawabnya ; Indak !
Cubo kiloi …!!!

Lalu Bulan dan Bintang mengiloi dengan tangan keduanya sebagai tempat berdiri dan berkata dengan bilangan.Kemudian dia ditanya sebelah menyebelah, berpihak kepada Bulan atau Bintang ? Jika jawabnya Bintang, maka dia berdiri dibelakang Bintang dan begitu juga terhadap Bulan. Soal jawab ini sampai dengan habisnya semua peserta. Kemudian grup Bintang dan Bulan mengadakan Tarik Tambang dengan tangan mereka dengan memberi seorang sebagai umpan ke depan. Siapa yang tidak kalah, itulah yang menang.

NENEK KONTUIK
Permainan Nenek Kontuik biasa juga disebut Nenek Sendok yang dimanikan oleh wanita saja, tapi terkadang dimainkan juga oleh lelaki. Permainannya mula-mula membuat rangka rumah di atas tanah dengan membentuk lingkaran dan bertangga seperti bad tennis meja. Sesudah itu bari diadakan Sutan (Suit) dengan cara semua peserta menyerahkan telapan tangannya tertelungkup bertindihan. Pelaksanaannya diiringi dengan nyanyian, dimana setiap suku kata untuk satu tangan dan bagian suku kata yang terakhir, dialah sebagai Nenek Kontuik atau Nenek Sendok. Nyanyiannya hanya pendek sekali yaitu :

Cang kulelek togun – togun , siapo delek pai ka kabun

Setelah ditentukan siapa yang jadi Nenek Kontuik, maka salah seorang mengetok pinto dengan mengisyaratkan ketokan tangannya, lalu berkata ; “ Nek ….. Nek….! Bukak pintu ..! Nenek menjawab “ Siapo tu..?? dan disambut pula dengan jawaban… “ Ambo “, maka si nenek membuka pintu dengan bahasa isyarat dan terjadilah soal jawab sbb ;


Soal Nenek Kontuik :

Apo mukasuik ?
Kanapo api ?
Kanapo badie – badie ?
Mangapo di tembak ?
Kanapo karo ?
Kami dak nandak tudo !

Cubo naiek sa tingkek !


Jawab Tamu :

Mintak api
Pamasang badie – badie !
Panembak karo !
Di makannyo padi kami
Ka kawan nasi
Kami nandak gulei ayam

Sang tamu naik setingkat, lalu menyepakkan sebuah pelita yang berada di muka pintu sehingga padam, lalu tamu menanyakan kepada Nenek Kontuik :

Soal Tamu :

Mangapo padam palito ?
Siapo namo nenek ?
Jawab nenek Kontuik :

Angin di Barat !
Nenek Kontuik atau Nenek Sendok !

Semua peserta menyoraki sang Nenek dengan nama nenek berulang kali sehingga nenek marah dan mengejar mereka. Siapa yang dapat tertangkap, dia pula sebagai Nenek Kontuik dan demikianlah seterusnya.

KAMBING-KAMBING
Kertiga permainan ini hampir sama cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat sebuah lingkaran yang besar. Dalam permainan itu ditentukan siapa Alang (Elang) dan Sikok (Garuda), siapa Kucieng (Kucing) dan Mancik (Tikus) atau siapa Kambieng (Kambing) dan Rimou (Harimau).
Semua peserta membuat lingkaran dengan berpegangan tangan satu sama lainnya. Setelah ditentukan siapa Sikok/Kucieng/Rimou sebagai pengejar yang berada diluar lingkaran atau pagar,
sedangkan Mancik/Alang/Kambieng adalah yang dikejar. Setiap diadakan pengejaran, semua yang menjadi pagar selalu menghalangi kejaran si pengejar dan terkadang si pengejar harus merompak pagar, agar mangsanya dapat diterkam. Bila dapat ditangkap,mereka bergiliran balik mengejar dan yang dikejar.

BASASI-SASI
Basasi-sasi adalah permainan antar dua kelompok yang di hakimi oleh seorang Hakim dan seorang Saksi. Permainan ini seperti Pesan Berantai yang ditayangkan TVRI beberapa tahun yang lalu. Sebelum permainan di mulai, nama peserta harus diketahui lebih dahulu dan jika ada yang sama harus ditambah sebagai embel – embel namanya seperti Udin Gapuok (Kelompok A) dan Udin Tenggi (Kelompok B).
Para pemain menyampaikan sebuah pesan kepada Hakim yang disaksikan oleh Saksi yaitu pesan menyebut nama salah seorang antara dua kelompok tsb. Bila kelompok A menyebut nama Udin Tenggi dan kebetulan yang akan menyampaikan pesan dari kelompok B adalah Udin Tenggi, maka kemenangan berada di pihak kelompok A dan kelompok B menggendong kelompok A dari tempat kelompok A ke kelompok B.
Demikianlah permainan ini berjalan terus menerus dan kelompok yang menang adalah yang sering didukung.

TUMBUK2 ALU
Sebelum permainan dimulai, terlebih dahulu diadakan Sutan (suitan). Siapa yang kalah, maka dialah sebagai Lasuong (lesung) dan yang lainnya adalah Alu (antan). Seluruh peserta menancapkan telunjuknya sebagai  Alu kedalam genggaman jari yang kalah sebagai Lasuong sambil nyanyi bersama yaitu ;

Tumbuok – tumbuok si Alu , si Alu pijak ruso
Lalu bunyinyo ………pacakan taluo ciek !

Kemudian si Lasuong melepaskan genggaman jarinya,sedangkan peserta tetap menunjukkan telunjuknya,selanjutnya Lasuong meminjam Ladieng(parang) sambil berkata :
Nek ….. Nek ….. Salang ladieng !   Jawab Nenek  : Kanapo ladieng ?  (peserta)
Pamakuok Ula Gadang !   Lalu si Lasuong mematukkan tangannya kepada para peserta dan siapa yang kena diadalah menjadi si Lasuong pula.

BIAWAK KOMPONG
Permainan ini dilaksanakan sambil duduk-duduk, tetapi duduk harus sejajar dan merentangkan kaki kedepan. Setiap potongan kaki diberikan satu suku kata lagu dan suku kata lagu yang terakhir adalah potongan kaki dilipatkan. Lagu Biawak Kompong adalah ;

Sapu –sapu rangik , katigo nganyam – nganyam
Nganyam – nganyam tak badatiek, sari bombom katinggalan
Sikumpei , sikaro, naiekkan kate kudo
Naricik , Narico , ambiekkan panggali ubi
Indak ubi nan ta kali , takali si kayu bengkok
Kompong kaki , kompong tangan, di cakou Biawak Kompong.

Lagu ini dilagukan berulang-ulang hingga semua kaki kompong (dilipatkan)

JANG JENG KUIK
Jang Jeng Kuik adalah permainan santai yaitu setiap pemain mencubit bagian atas punggung tangan bertindihan sambil mengangguk-anggukkan tangannya dan bernyanyi :

Jang – jang Jeng Kuik , pilanduok barang – barang
Kamano umak si Jeng Kuik , pai manangguok ka subarang
Subarang ayie nan dareh , mandapek udang basapik

Yang dibagian atas adalah yang pertama melepaskan cubitannya dan setiap habis nyanyian giliran berikutnya melepaskan cubitan. Nyanyian ini selesai setelah semuanya terlepas dari cubitan

SIKUNCIL LEWE2
SI Kuncil Lewe-lewe adalah permainan mencari batu yang disembunyikan oleh salah seorang peserta untuk diterka oleh yang kalah yang pada waktu nyanyian dia berada dalam keadaan telungkup. Setelah diadan suitan, siapa yang kalah dialah yang telungkup dan pencari batu yang disembunyikan.
Semua peserta mengelilingi yang telungkup, sedangkan para peserta menyelentangkan telapan tangannya diatas punggung yang telungkup dan salah seorang sebagai komando memegang batu untuk dititipkan kepada salah seorang peserta. Mereka nyanyi bersama dengan lagu ;

Cik – cik mimik , bilalang katimaro
Inggok – inggok di batu licin, manggarak jo manggaro
Sikumpei , sikaro , naiekkan kate kudo
Saripa saripati , tokok mano nan barisi
Tak sikuncil lewe – lewe, tak si kuncil lewe – lewe
Tokok mano nan barisi …

Yang telungkup lalu bangkit dan para peserta memutar-mutar genggaman tangannya dan si pencaripun menerka peserta yang menyembunyikan batu itu. Bila terkaannya tepat, maka yang memegang batu pula yang mencari dan bila tidak tepat terkaan,kembali sipencai telungkup untuk mengulangi permainan hingga dia dapat menerka siapa yang menyimpan batu itu. Demikianlah permainan ini terlaksana tanpa mempunyai batas waktu untuk berhenti.

CONGKAK
Cong Kak daklam bahasa kerennya adalah Congklak dimainkan oleh putra putri di Ranah Nata. Pemainnya hanyalah dua orang saja. Cong Kak ada yang terbuat dari kayu dan plastik,tetapi dahulu dibuat pada tanah pasir yang mudah dilobangi. Cong Kak terdiri atas tujuh lobang sejajar dan dua lobang besar di kiri kanan sebagai rumah tempat buah. Setiap lobang berisi tujuh butir batu atau buah Kalalatei,jadi masing-masing pemain memiliki 49 butir buah yang ditaruh dalam rumah. Kemudian isi satu lobang dimainkan oleh siapa yang menang setelah suitan dan demikianlah terus menerus sehingga buah habis pada lobang yang kosong di bagian lobang teman. Tetapi, jika mati dirumah sendiri dan isi lobang yang setentang dengan itu menjadi milik sipemain tersebut. Demikianlah permainan itu suilih berganti dan diakhiri permainan apabila kesemuanya terkumpul buah pasa rumah masing-masing. Siapa yang terakhir menghabisi buah atau bermain,apabilia peroleh buah sama banyak,maka dialaha yang memulai permainan selanjutnya.
Apabila permainan selanjutnya terjadi perbedaan yang disatu pihak banyak yang Tapanggang alias kosong, maka yang berlebih buahlah sebagai pemenangnya dan dialah yang memulai permainan. Kemenangan adalah disebabkan banyak permainan Manembak yaitu buah mati ditempat sendiri dan lobang setentang banyak berisi buah. Demikianlah permainan yang mengasyikkan ini terlaksana sambil senda gurau yang ramah.

GALA PANJANG
Permainan ini biasanya dilakukan pada bulan terang di malam hari yang dimainkan oleh sejenis. Pada permainan ini terdiri dari dua kelompok yang sama banyaknya, minimal 3 orang dan selalu ganjil. Setiap orang menjaga galahnya masing dan yang akan memasinkan permainan berada pada bagian kepala diluar garis yang telah dibuat di atas tanah. Bagi pemain yang lincah ditempatkan pada Galah Panjang.
Para pemain menembus penjagaan galah oleh masing-masing penjaga sampai ke bagian belakang lokasi permainan dan kembali menembus garis pertahanan kembali ketempat semula. Bila semuanya pemain dapat menembus penjagaan dengan Masin, maka dialah sebagai pemenang dan kembali memulai permainan.
Jika ada pemainkan yang dapat ditangkap waktu melewati garis atau menginjak galah, maka permainan di anggap poci dan digantikan oleh yang menjaga galah.
Demikian permainan ini berlangsung tanpa dibatasi lama permainan.

BATBU-TABU
Batabu-tabu adalah jenis permainan kejar-kejaran yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok yang Barondok (sembunyi) dan kelompok yang mencari. Pada kelompok yang mencari, satu orang dipilih menjadi Tukang Jago Umbek dan selebihnya pergi mencari kawannya yang sembunyi hingga dapat. Sedangkan yang sembunyi berusaha mendapatkan Umbek secara sembunyi-sembunyi dengan memegang Tiang Umbek. Bila salah seorang mendapatkan Tiang Umbek tanda diketahui oleh Tukang Jago Umbek, berarti permainan mencari selesai dan masuk untuk pencarian tahap berikutnya.
Acara ini dibuka dengan nyanyian bersama yang berbunyi ;

Cak…. Cak peyieng , cak peyieng lumbo – lumbo
Sia dapek… , itu punyo

KULIK2 ALANG
Permainan ini biasanya dimainkan oleh putri – putri di Ranah Nata dengan berbaris berantai lurus sejajar dan dua orang berhadap-hadapan sambil memegang ujung tangan kanan dan kiri yang mirip seperti pintu gerbang. Semua peserta bernyanyi bersama-sama dengan nyanyian sebuah lagu yaitu ;

Kulik - kulik gagak , anak gagak di balakang
Balakang baliku , sa liku jalan ka Rao
Awo - awo icang , bapucuok mali – mali
Jagokan anak Bujang , Anak Gadih turun mandi
Mandinyo ka Solok , ba timbo daun pudieng
Balaki jo nan elok , baranak putieh kunieng

Akhir lagu ,semua peserta menjarangkan kakinya secara serempak dan urutan yang belakang sekali melemparkan sebuah batu diantara kangkangan kaki-kaki pemain, dan siapa yang kena kakinya oleh lemparan batu tersebut, maka dialah sebagai Pengejar, sedangkan yang lainnya lari menghindari dari kejaran itu. Tempat yang aman adalah jauh dari batu,tiang atau lainnya. Bila dua orang berdekatan, maka mereka berkata “ Baduo Kami Sadakek “, lalu yang mengejar mendekati dan yang berdekatan berpisah hingga jarak lebih dari satu depa. Bila tempat jongkok pemain kurang dari satu depa dari kawan atau batu dan tiang, maka mereka Dapek dan sekaligus dia pulalah yang menjadi pengejar.

SINGDUANG
Sinduang Simuntu Dayak adalah seperti permainan Ondel-ondelnya Betawi. Para pemainnya banyak seka li karena permainan ini menunjukkan berbagai etnis dan profil karya. Sinduang terbuat dari bambu yang  di belah-belah lalu dibuat seperti tabung yang kecil bagian atasnya yang dibalut dengan ijuk enau.
Bagian kepalanya dibuat seperti kepala beruang,lalu ditambahkan pada bagian atas dan ditengah badan dibuat pula tangan-tangan yang pada bagian dalam badan Sinduang berfungsi sebagai tempat memikul dan memegang untuk dapat ditarikan sesuai dengan rentak musik yang disuguhkan.
Para pemainnya adalah laki-laki, tetapi sebagai Noni dikenakan pakaian perempuan. Sebagai pelambang etnis ditampilkan Pakaian Adat Daerah sebagai Penganten ( Anakdaro dan Marapuley ) dan lainnya, sedangkan untuk menunjukkan aneka profil ditampil kan sebagai petani, pelaut, palang merah, dokter, perawat,guru,polisi, tentara,satpam,satpol pp/hansip, pak pos dan lain sebagainya. Sebagai selingan ada pula sebagai Dewa yang bagaikan kupu-kupu me nyongsong mereka dengan menyelang-nyelingi para Tuan dan Noni.
Didalam permainan Sinduang, setelah munculnya per mainan Simuntu Dayah yang berpakaian serba buruk dan menakutkan,diadakan pula tarian permintaan orang rumah yang dikunjungi secara bergiliran seper ti Basandieng Duo, Tortor,Kuala Deli, Mak Inang P.Kampai,Tari Payung,Tari Salendang dan satu tarian ala Portugis yang dinamakan Tari Samba. Setiap sesi permainan dibayar sesuai dengan tarif yang telah di tentukan oleh Kelompok Main Sinduang ini. Permainan ini biasanya diadakan pada malam Puaso (Ramadhan) setelah shalat Tarwih,guna untuk pem beli pakaian baru menyambut Hari Raya Idul Fithri.

MARIAM BULUOH
Permainan amariam buluoh biasa diadakan pada malam 27 Ramadhan hingga malam Hari Raya Idulfitri oleh para Remaja Ranah Nata. Meriam buluoh ubu terbuat dari 3 ruas bambu, dimana bagian ujungnya tidak beruas dan dinding ruasnya di jebol agar supaya bisa digunakan.  Kemudian pada bagian pangkal di buat lobang, lalu dimasukkan minyak tanah atau bensin kedalam dengan memakai sumbu kain. Apabila ruangan ruas penuh dengan uap asap, maka ketika dinyalakan akan meledak seperti meledaknya sebuah meriam.

BATANAK TANAK
Batanak – tanak adalah merupakan suatu permainan yang menunjukkan bakat seorang perempuan dan wanita yaitu pekerjaan memasak di dapur. Dengan bejana kulit lokan dan kulit kerang , anak memasak sesuatu dengan peragat masakana antara lain :

  1. Beras berasal dari pasir
  2. Lada berasal dari tanah liat yg digiling
  3. Minyak makan berasal dari daun pulut-pulut yang diremas.
  4. Air strop berasal dari pucuk jati atau bunga merah yang diremas.
5.      Apabila diadakan didalam rumah berobah menjadi main Anak-anakan dengan atribut rumah tangga seperti meja kursi,rosbang dan lain sebagainya.
   

MASA,FAKTA & RIWAYAT ( SAFARI )


SAFARI
MASA  ,FAKTA DAN RIWAYAT
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana
JIRAT MALAKO :
Terdapat diseberang Gugung Perlak Talas Kampung Sawah Kecamatan Nata. Disini banyak terdapat makam dan diantaranya :
1.       Makam Datuk Imam , Raja pertama Kerajaan Ranah Nata ( Malako ).
2.      Makam Pangeran Indra Sutan , Raja pertama Kerajaan Linggobayu
3.      Makam Datuk Basya nan Tuo, Raja kedua Kerajaan Ranah Nata.
4.      Teuku Umar Hasyim asal Aceh

SUMUR BATU :
Terdapat di Banjar Aceh Perlak Talas Kampung Sawah Kecamatan Natal. Disini terdapat 3 buah sumur batu yang digali oleh Syekh Abdul Fattah Mardia yang kelahiran disitu sebagai penampung (besar), tempat wudhu’ (kodak) dan dibawahnya tempat mandi. Sumur penampung dihuni oleh Kura kura tunggal dan beberapa ikan tawar. Dahulu, tempat ini dikeramatkan dan tempat memasang dan membayar niat dan ramai dikunjungi pada Hari Raya Puasa 6 ( 7 Syawal ).

TUGU PROKLAMASI KEMERDEKAAN R.I
Terdapat disebelah Barat lapangan Merdeka Natal disamping meriam Stamford Rafles yang didirkan pada tahun 1945. Ketika terdengar berita Kemerde kaan RI, BS Farmansyah Sutan Botok menaikkan bendera Merah Putih , lalu ditembak oleh seorang serdadu Jepang yang berasal dari Ambon

KUALO TUO :
Terdapat di Jambuo Aceh Desa Pasar VI Natal sebagai batas dengan Kerajaan Sinunukan. Kuala ini tempat masuknya Biduk Tambangan (Ajung) rombongan Datuk Imam dari Air Bangis dan Pangeran Indra Sutan dari Indopuro pada awal abad ke – 17.

BUKIK COKONG SIMPANG AMPEK  :
Terdapat di Bukik Simungkuk, Simpang Ampek Kecamatan Natal yaitu makam Lie Moo Kim. Makam lain adalah di Bukik Cokong di Pasar Kabun yaitu makam Keluarga Besar Sho Kim Liong, Sho Kantin Ho ( Abdul Hafiz ). Dll.
TAMPAT PINCURAN DEWA :
Terdapat di Tampat Pincuran Dewa , Bukik Simungkuk Kecamatan Natal, sekitar 300 meter dari Jembatan Karan. Disini terdapat makam Ula ma Ranah Nata seperti Syekh Abdul Fattah Sinantiku, Syekh Abdul Rauf Sinantiku dan Syekh Alwi. Orangtua mereka Si Jebak Rajo Barat yang berasal dari Payakumbuh masuk ke Ranah Nata melalui Muara Karan. Pada tahun 1985, terjadi musibah besar atas hilangnya sepasang siswa SMPN 1 Natal di hari kedua Ebtanas (Suyono-Suyati ) ,warga Transmigrasi Sikarakara.

BENTENG PORTUGIS :
Terdapat di Pasar Benteng, pinggir sungai Batang Nata, satu-satunya benteng yang tinggal dari beberapa benteng karena telah masuk kedalam sungai Batang Nata. Bangunan ini tinggal sebagi an lagi karena dijadikan perumahan penduduk atau gudang ikan. Perlu diadakan rehabilitasi atau pemugaran agar tidak punah ditelan masa.

BENTENG JEPANG :
Terdapat di tepi pantai yang kini hampir tengge lam ditelan masa. Benteng ini diperkirakan di bangun tahun 1942 (masuknya Jepang ke Ranah Nata). Benteng sejenis ini juga terdapat di pinggir pantai Pasa Jirak , dekat Jembatan Karan dan di Sawah Niru Kecamatan Natal. Sebagian sudah hancur ditelan perumahan penduduk dan masuk sungai Batang Nata.

TANGSI HITAM :
Terdapat di pinggir lapangan Merdeka Natal , sebelah Utara , tetapi kini sudah dirobah bangu nannya dan menjadi Rumah Tahanan ( Rutan ). Tangsi Hitam di bangun oleh Belanda pada tahun 1864 oleh Kontler WB Devidson.
Catatan : Artikel WC Terpanjang dalam buku Indonesiana Majalah Tempo.

MERIAM TUANKU RANAH NATA :
Terdapat di rumah kediaman Bapak Sutan Dur Muhayatsyah yang diperkirakan adalan meriam Tuanku Sutan Hiodayatsyah atau Tuanku Sutan Muhammad Nata.

KUBUR MADAM :
Terdapat di Simpang Badayuik, bekas perumahan Hulubalang Raja. Sekarang telah hancur dan men jadi Kantor PRPTE Disbun. Disini ditemukan pa pan nama Yohanna Petronella (1866), Pieter Meijer dan Pieter Leonard (1874 ) dan Mont Evens (1878).Dibongkar pada tanggal 27 Januari 1992 ,gara-gara adanya mimpi Porkas/ SDSB.

PAGAR BESI :
Terdapat di Bukik Lansano, lembah Bukik Bande ra Kecamatan Natal. Disini bermakam Syekh Abdul Malik Baleo Nata yang merambakkan Agama Islam ke Mandailing sampai ke Dalu-dalu.

BRAND KAS JEPANG :
Terdapat dimuka bangunan Sekolah Polisi I Sumatera Utara yang kini menjadi SDN No.142704 Natal. Brand Kas ini dibongkar pada tahun 1965 dan disitu banyak terdapat mata uang Jepang seperti gambar pisang dll.

MERIAM STAMFORD RAFFLES :
Terdapat di samping Tugu Proklamasi yang mengarah ke Ujung Rakat. Benteng ini dibangun tahun 1818 , sewaktu Stamford Raffles tiba di Ranah Nata.

SEKOLAH POLISI PERTAMA SUM.UTARA :
Salah satu bangunan arsitek Belanda yang sampai saat ini masih kuat , tapi atapnya sudah diganti dengan seng yang baru

SURAT TAMBAK
Terdapat di Pasar Tambak Ranah Nata yang kini bernama Masjid Al – Fattah Ranah Nata. Masjid ini didirikan oleh Syekh Alwi bersama Syekh Abd. Rauf dan Syekh Abd.Fattah Sinantiku. Tabek Surat Tambak adalah tempat keramasnya si Pamaga, Dukun yg masuk Islam via Syekh Abd.Fattah

RUMAH GADANG SINGKUANG
Rumah Kerajaan Singkuang terdapat disamping Masjid Kerajaan Singkuang yang telah diperbaharui, sebab yang aslinya sudah musnah dan berlokasi di tanah lapang Singkuang. Dari Rumah Gadang yang pertama yang terbuat dari tiang gading gajah dan sandi ikan paus itu dipindahkan oleh Raja Jasi Murung dan dibangunkan ke Rumah Gadang yang sekarang serta Masjid Kerajaan’

MAKAM RAJA SINGKUANG
Makam ini terdapat di kawasan pekuburan tanah wakaf yang sekarang masih terpelihara,walaupun sebagian sudah hancur. Diantaranya yang masih dapat terbaca adalah makam Raja Merangkat ,Jasa Murung dan Jandi Mora.

MASJID KERAJAAN SINGKUANG
Terdapat disamping Rumah Gadang Singkuang. Disampingnya terdapat sebuah makam panjang, tetapi tidak ada yang mengetahui siapa nama yang bermakam disitu.

MAKAM ULAMA BERANTAI.
Makam seorang Ulama terkemuka (besar kemungkinan makam Guru Habib Daulay) terdapat di kawasan Makam Kerajaan Singkuang.

BANGUNAN GAYA BELANDA :
Terdapat di Bukik Tanah Badagun Simpang Ampek dan di Pasar Kabun Ranah Nata. Rumah peninggalan Marah Salim , kini tinggal tanpa penghuni. Rumah peninggalan Mukti dihuni oleh zuriatnya.

MAHKOTA PENGANTIN ( CABANG ) :
Cabang adalah merupakan fakta Sejarah dimana Canag ini diriru dari topi Portugis,tapi mempu nyai beberapa unsur sejarah dimana terdiri dari tiga bagian yang berbentuk kuncup Melati yang melambangkan Tungku Tigo Sajarangan atau Tali Bapilin Tigo yang melambangkan 3 Raja di Ranah Nata yaitu Raja Adat ( Tuanku ), Raja Ibadat           ( Ulama ) dan Raja Alim ( Pemerintah/Umara ) yang dibuat dimasa Permaisuri Puti Junjung.

SANGGUO GADANG :
Mahkota Pengantin Anakdaro Ranah Nata ini terdiri dari tujuh tajuk yang mengisyaratkan bahwa Anakdaro adalah pelambang Bundo Kanduong yang harus mempunyai Tujuh Sifat.

CAP RAJA RANAH NATA  :
Terdapat dirumah kediaman Bapak Zumkhasri atau di Linggabayu Ranah Nata yaitu cap Tuanku Sembah Alam Marahimpun di Kerajaan Lingga Bayu.

BONGKAH  EMAS  :
Salah satu yang dicari oleh para saudagar Ero pah, Asia di Ranah Nata yang terkenal dengan lokasi Tambang Beramuk Ranah Nata yaitu tempat menggore emas sehingga terjadi perkelahi an dengan mengamuk.

KANTOR ASISTEN WEDANA
Bangunan ini sekarang tidak ada lagi dan telah berganti dengan Kantor Telekomunikasi Natal dengan arsitek terbaru. Mulai dari H.Syariful Alamsyah (1946 ) s.d. Hakimil Nasution BA (1978) Aswed berkantor disini.

BATANG MAHONI :
Terdapat di sekeliling lapangan Merdeka Natal sampai ke Jembatan Ayie Cama. Sebagian telah hancur ditelan zaman dan sebagian ditebang oleh orang yang melupakan Sejarah. Penebangan tera khir pada hari Minggu tgl. 15 April  2007

RUMAH NAN GADANG.
Rumah Gadang sebenarnya terdapat di Padang Malako dan Kampung Bukik, tetapi sekarang hanya tinggal puing-puing sandi dan pecahan keramik yang tertimbun di dalam tanah. Di sungai Batang Nata, pernah dijumapi ceret besi oleh penduduk Perlak Talas Kampung Sawah , tapi sekarang sudah raib tak tentu rimbanya.
Rumah Gadang yang asli

MADRASAH SOEBOELOEL CHAER ;
Madrasah Soeboeloel Chaer ini di dirikan pada tahun 1921 yang dikepalai oleh Sutan Chalifah. Madrasah ini bina oleh perkumpulan Djamijatul Chairijah yang diketuai oleh Tuanku Mudo. Madrasah ini berganti nama Budi Bahagia dan kemudian Madrasah Raudlatul Ilmiyah yang merupakan cikal bakal Muhammadiyah Cabang Natal. Sekarang bernama Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 20 Natal

JEMBATAN ACEH – RAO.
Jembatan ini berada di Kampung Solok, didepan Masjid Lama yang menyeberang ke Pasie Jaruju yang menghubungkan Jambuoh Aceh (Seberang) dengan Jambuoh Rao(Pusat Pasar Ranah Nata). Jembatan ini kemudian diterjang banjir Galodo yang akhirnya roboh dan sampai kini tetap sunyi senyap tanpa kelanjutan pembangunannya

MUARO KARAN :
Tempat ini mempunyai sejarah yaitu disinilah du lu masuknya Si Jebak Rajo Barat dan Sinantiku (orangtua Syekh Abd.Fattah) mendarat dari Tiku dan Payakumbuh.
Tempat ini juga disebut Muaro Susu untuk mengenang sepasang siswa SMP Negeri Natal yg terbenam dimuara ketika melintasinya disebab kan jembatan Karan runtuh. Suyono dan Suyati, warga Transmigrasi Sikarakara ketika hari kedua Ebtanas 1985.

PONDOK ULAR
Tempat ini adalah sejarah terbaru dimana se orang Putra Malako memberanikan diri membu ka tanah ulayat nenek moyangnya kawasan sebu ah perusahaan yang lahannya topang tindih. Di pondok ini dia bermukim dengan memelihara se ekor yang datang kesitu dengan peliharaan ayam putih sesuai dengan mimpi yang datang dari Jirat Malako Labuohan Ajuong – Kampung Sawah. Pondok ini dinamakan ULAR adalah singkatan dari Urusan Lancar bila Ada Rupiah.

PRAKIRAAN MASO & LAMO KUASO ( PRA MALAKO )


PRA MALAKO
PRAKIRAAN MASO & LAMO KUASO
oleh : Shaff Ra Alisyahbana

   Pada  beberapa tulisan menyebutkan bahwa Kerajaan Ranah Nata mulai berdiri pada abad ke – VII dan ada pula yang menyatakan abad ke- 16, termasuk buku Tarombo yang diterbitkan oleh Ikatan Keluarga Nata ( IKN ) Jakarta. Untuk itu dalam usaha “ Mancukie Tareh Tarandam “, penulis mencoba menghitung-hitung ( Prakiraan ) “ Maso & Lamo Kuaso “ disingkat PRA MALAKO  berdasarkan data dan fakta yang ada di beberapa tulisan tersebut.
Masa jabatan Raja atau Tuanku selama 30 – 40 tahun di Ranah Nata, dimana sebanyak 13 (tiga belas) orang Raja memimpin Ranah Nata. Jadi, 13 x 35 tahun = 455 tahun.
Menurut buku Kisah Perjalanan ke NATAL, RANAH NAN DATA karangan Bunda Hj.Puti Balkis Alisjahbana (Alisha) bahwa masa Kerajaan Ranah Nata berakhir pada tahun 1825, tetapi ada pula yang berpendapat berakhir pada tahun 1900. Dengan demikian dapat dimabil kesimpulan yaitu ;
a. Jika berakhir pada tahun 1825, maka Kerajaan Ranah Nata berdiri pada tahun 1370   ( 1825 – 455 tahun = 1370 ).
b.Jika berakhir pada tahun 1900, maka Kerajaan Ranah Nata berdiri pada tahun 1445  (1900 – 455 tahun = 1445).

Data yang ada :
  1. Syech H.Abdul Fattah Sinantiku.
-          Lahir  tahun 1703.
-          Menikah dengan Nansilih diperkirakan tahun 1728 ( umur 25 tahun ).
-          Lahir anak pertama Hasnah diperkirakan tahun 1730.
-          Hasnah kawin dengan (?) diperkirakan tahun 1750 ( umur 20 tahun ).
-          Hajjah Thaibah, anak Hasnah lahir tahun 1753.
-          Hajjah Thaibah kawin dengan Abdul Malik Baleo Nata diperkirakan tahun 1773 ( umur 20 tahun ).
-          Syekh H.Abdul Malik lahir tahun 1825.
             Masalah : Mungkinkah lebih tua Hajjah Thaibah dengan Syech H.Abdul Malik ?

  1. Syech H.Abdul Rauf Sinantiku.
-          Lahir  tahun 1705.
-          Menikah dengan (?) diperkirakan pada tahun 1740 ( umur 30 tahun ).
-          Lahir anak pertama (?) diperkirakan tahun 1742.
-          Lahir anak kedua (?) diperkirakan tahun 1744.
-          Lahir anak ketiga, Cayo Ameh diperkirakan tahun 1746.
-          Menikah dengan Rajo Hidayat diperkirakan tahun 1766.

  1. Tuanku Si Hintan ( Raja ke- VII ), wafat pada tanggal 22 Mei 1825.
-          Wafat  diperkirakan berumur 70 tahun.
-          Lahir diperkirakan tahun 1750   ( 1825 – 70 tahun = 1750 ).

  1. Tuanku  Sutan Muhammad Arif (Tuanku Pansiun) dinobatkan menjadi Raja ke- XII pada tahun 1886.
-          Lahir diperkirakan tahun 1856 ( 1886 – 30 tahun = 1856 ).
-          Wafat diperkirakan berumur 80 tahun ( 1856 + 60 = 1916 ) , tahun 1916.

Prakiraan Maso & Lamo Kuaso ( Pra MALAKO ) Raja Kerajaan Ranah Nata.

Sebagai prakiraan penulis tempuh jalan tengah yaitu Kerajaan Ranah Nata diperkirakan berdiri pada tahun 1500 dengan Prakiraan Maso & Lamo Kuaso ( Pra MALAKO ) sebagai berikut ;

  1. Datuk Imam Basya , ( Pendiri Kerajaan Ranah Nata ) diperkirakan tahun 1500 – 1560.
Tahun 1525, bangsa Portugis masuk untuk yang kedua kalinya.
  1. Datuk Basya nan Tuo, ( Raja ke- II ) diperkirakan tahun 1560 – 1580.
  2. Datuk Basya nan Mudo, ( Raja ke – III ) diperkirakan tahun 1580 – 1610.
       Tahun 1610, Ranah Nata dikuasai oleh Atjeh.
  1. Tuanku nan Kusuik ( Raja ke- IV ) diperkirakan tahun 1610 – 1663 ).
        Tahun 1632, bangsa Belanda masuk ke Ranah Nata
  1. Tuanku Sutan Sailan ( Raja ke – V ) diperkirakan tahun 1663 – 1726 )
       Tahun 1697, Syekh Burhanuddin III masuk ke Ranah Nata
       Tahun 1700, Sutan Tiansyah datang dari Bengkulu mendirikan Kerajaan Konondom di Simpang Sao, Bintuas.
       Tahun 1703, Syekh H.Abdul Fattah Sinantiku lahir.
       Tahun 1710, Raja Merangkat dan Raja Lumut mendirikan Kerajaan Singkuang di Sinorpi.
       Tahun 1711,Sutan Rangkayo Maharajo di Rajo dari Indopuro mendirikan Kerajaan Batahan di Sobopolo
       Tahun 1715, Si Hitam Lidah Raja di Angkola dari Muara Sipongi mendirikan Kerajaan Lubu di Batu Gajah.
        Mangaraja Uhum dari Mandailing pindah ke Ranah Nata.
  1. Tuanku Sutan Iskandar Gembok ( Raja ke- VI ) diperkirakan tahun 1726 – 1765.
  2. Tuanku Si Hintan ( Raja ke- VII ) diperkirakan tahun 1765 – 1825.
  3. Tuanku Puti Junjung Nai Mangatas ( Raja ke-VIII/ istri Raja ke- VII) menggantikan Sutan Salim diperkirakan pada tahun 1825 – 1846.
  4. Tuanku Sutan Muhammad Nata ( Raja ke- IX ) diperkirakan tahun 1846 – 1861.
  5. Tuanku Rajo Hidayat ( Raja ke- X ) diperkirakan tahun 1861 – 1876.
  6. Tuanku Sutan Muhammad Shaleh ( Raja eke-XI ) diperkirakan pada tahun 1876 – 1886.
  7. Tuanku Sutan Muhammad Arif Tuanku Pansiun ( Raja ke- XII ) diperkirakan pada tahun 1886 – 1901.
  8. Tuanku Sutan Sri Dewa ( Raja ke – XIII ) diperkiarakan pada tahun 1901 – 1921.

Kemudian Ranah Nata berubah status dengan diperintahi oleh Demang-demang yaitu ;

  1. Demang Baginda Indang Sabalaon atau Sutan Naparas tahun 1921 – 1925
  2. Demang Ali Hanafiah atau Parlindungan  tahun 1925 – 1931.
  3. Demang Muda Siregar tahun 1931 – 1939.
  4. Kuria Tuanku Mudo Hidayatsyah tahun 1939
  5. Kuria H.Sutan Bardansyah tahun 1940.
  6. Diperintahi oleh Jepang yaitu Nakasinji dan Shodsida tahun 1942 – 1945.
  7. Indonesia Mereda tahun 1945.
  8. Aswed H.Syariful Alamsyah tahun 1946 – 1948
  9. Dewan Arif Fa Dillah tahun 1947 – 1948
  10. Aswed H.Sutan Bardansyah tahun 1948 – 1952.
  11. Dewan H.Sutan Khaidir tahun 1948
  12. Aswed M.Sakti Hasayangan tahumn 1953 – 1955.
  13. Aswed Bulkia pakpahan tahun 1955 – 1957.
  14. Aswed Abd.Imat Situmpul tahun 1957 – 1961.
  15. Aswed Kamaruzzaman tahun 1961 – 1965.
  16. Aswed Abd.Rahman Dalimunthe tahun 1965 – 1968.
  17. Aswed Sofyan Suri Nasution BA tahun 1968 – 1969.
  18. Camat Kiddul Lubis tahun 1969.
  19. Camat Hakimil Nasution BA tahun 1970 – 1976.
  20. Camat Syahril BA tahun 1976 – 1982.
  21. Camat Drs.Zukri Nasution tahun 1982 .
  22. Camat Sihar Siregar BA tahun 1982 - 1984
  23. Camat Drs.Zainal Kamal Pohan tahun 1984 – 1985.
  24. Camat Drs.M.Yacub Has tahun 1985 – 1987.
  25. Camat Drs.Ridwan Lubis tahun 1987 – 1991.
  26. Camat Drs.Tohir tahun 1991 – 1995.
  27. Camat Syahrul Efendy Tanjung tahun 1995 – 1998.
  28. Camat Drs.Indra Sakti Nasution tahun 1998 – 2000.
  29. Camat Drs.Zulfan Hasibuan SH tahun 2000 – 2003.
  30. Camat Drs.Syahnan Pasaribu tahun 2003 – 2005.
  31. Camat Drs.Lys Mulyadi Nasution tahun 2005 – 2007.
  32. Camat Helmi SE tahun 2007 – 2010.
  33. Camat Sarwedi SH tahun 2011 – sekarang.

Demikianlah catatan Pra MALAKO yang dapat penulis himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat adanya dan jika ada terdapat kesalahan mohon kiranya kita perbaiki bersama dengan fakta yang factual.



TAHUN, RIWAYAT & KHABAR ( TARIKH ).


TARIKH
TAHUN RIWAYAT DAN KHABAR
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana

Salah satu Kota Tua yang terkenal namanya sekarang adalah Natal yang telah diresmikan oleh Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1946 waktu Asisten Wedananya H.Sjariful Alamsjah (Sibolga) *16 yang diwariskan oleh kolonial sejak tahun 1492 –1496.*13 Kemudian dinamakan oleh bangsa Portugis tahun 1525.*13,oleh Inggeris tahun 1672 .*01  dan tahun 1762 oleh Belanda .*13  serta Jepang ditahun 1942 dengan nama Nataru.
Selama 421 tahun diabadikan oleh kolonial dan dilanjutkan oleh Pemerintah selama 54 tahun yang berjumlah 475 tahun sudah , sedangkan masyarakat adat Ranah Nata sudah 1 Alaf (1000 tahun) .*21  lamanya menamakan tanah ulayat nenek moyangnya dengan nama Ranah Nata. Tak ada seorangpun masyarakat adat Ranah Nata yang menambah huruf el (L) atau er (R) atas nama kampung halamannya itu kecuali masyarakat yang manda atau pendatang ke Ranah Nata.
          Sebenarnya , namanya adalah Ranah Nata yang dinamakan oleh saudagar Arab Ibnu Bathuthah pada abad ke – 7 atau tahun 1325 – 1350 .*02, sewaktu mereka singgah dari sebuah ranah yang mereka buka untuk lokasi penggergajian kayu yang mereka namakan Sing Kwang atau Tanah Baru .*21. Sewaktu beliau singgah,pada waktu itu terjadi acara hukuman terhadap seorang terhukum dengan cara didera diatas sebuah bukit kecil yang sekarang bernama Bukik Bandera. Sebenarnya adalah Bukit Mandera yaitu bukit tempat mendera .*13. Karena keterharuan Ibnu Bathuthah mendengar suara jeritan dari seseorang yang berasal dari sebuah bukit kecil itu, lalu beliau menamakannya Ranah Nata.
Ranah Nata berasal dari dua kata bahasa Arab yaitu Ranah  *14  dan  Nata *14  .
Ranah artinya “ Jeritan “.*14 , sedangkan Nata atinya “ Bukit Kecil “.*14  dan untuk   lebih   jelasnya  buka buku Qamus  Al- Idris   Marbawiy  halaman 251 dan 298 oleh Syekh Muhammad Idris al- Marbawiy al-Azhari , terbitan CV.Karya Insani Indonesia. Nama Ranah Nata  kemudian diperkuat oleh Datuk Imam dan Pangeran Indra Sutan yang datang ke Ranah Nata di abad ke 17 dengan mendirikan Kerajaan Ranah Nata di Malako yang berpusat di Padang Malako .13.
         Kita sama mengetahui bahwa pada zaman dulu perhubungan adalah melalui laut dan untuk itu mereka masuk ke Ranah Nata dari Air Bangis dan Indrapura dengan memasuki Kuala Tuo mengharungi sungai Batangnata. .*13  Mereka singgah di sebuah tempat yang bernama Tanjung Bungo untuk melepaskan lelah dan shalat Zhuhur. Setelah mereka makan dan sambil istirahat, Datuk Imam melantunkan sebuah pantun yang berbunyi :

Daun pauoh daun barambang ,
Bungo tanjuong di padeta
Dari jauoh kito datang ,
Sampei ka kampuong Ranah Nata.

kemudian Pangeran Indra Sutan menjawabnya dengan sebuah pantun pula yaitu :

Laweh lauiknyo Ranah Nata ,
Alang lauik manyembah ikan
Lapeh ensuik duduok basanda ,
Kanyang paruik sasudah makan

 Acara berbalas pantun ini dimeriahkan oleh Puti Rani dan Puti Ratiah yang ikut bersama mereka dengan membawa sebatang aur duri, sebatang pinang, sebungkal tanah, setagik air dan seekor anak buaya sambil menuju sebuah biduk tambangan yang bernama Ajung. Setelah mereka melanjutkan perjalanan , mereka singgah dan menambatkan ajung mereka dimudik sungai Pinang sambil melihat kemana arah tujuan akan mendirikan sebuah pemukiman mereka. Lebih kurang 400 meter dari persinggahan mereka, lalu meninggalkan tempat tambatan ajung tersebut yang kemudian dinamakan Labuhan Ajung , menuju sebuah tempat ulayat padang yang luas dan dinamakan mereka Padang Malako.
Sewaktu kedatangan mereka, jauh sebelumnya dibagian ranah tepi pantai sudah ada orang-orang Bugis sekitar  tahun + 900 dizaman Nabi Sulaiman As,sedangkan bagian pedala mannya dihuni oleh orang Batak (baca Mandailing ) *21 
         Sesudah kedatangan Ibnu Bathuthah, pada tahun 1412 didatangi pula oleh Syekh Maghribi Maulana Malik Ibrahim dan disusul oleh saudagar China H.Sham Poboo pada tahun 1416 dan tahun 1513  mendirikan penggergajian kayu di Singkuang.
Kembali orang-orang  Si Patokah datang untuk kedua kalinya di tahun 1525 dan pada saat inilah mereka namakan Ranah Nata menjadi Natal karena pelabuhan serta pemandangannya mirip dengan Natal yang berada di Propvinsi Durban Afrika Selatan dan juga Natal yang ada di Amerika Selatan.
Satu –satunya peninggalan sejarah dari Ibnu Bathuthah adalah masuknya Agama Islam ke Ranah Nata bersamaan waktunya dengan masuknya Agama Islam ke Tanah Fansyuri di Barus dan nama Ranah Nata yang diberikan oleh Ibnu Bathuthah untuk mengenang kisah hukuman yang terjadi di Bukik Bandera
Berbicara masalah nama Bukik Bandera, selain dari kisah terhukum tersebut diatas, ada dua versi lainnya yaitu :

  1. Bukit Bendera yang berasal dari cerita masuknya H.Sham Poboo ke Singkuang tahun 1513, dimana sewaktu beliau singgah ke Ranah Nata dan hendak memasuki Kualo Tuo , mereka melihat sebuah bendera berwarna putih, berkibar diatas sebuah bukit sebagai pertanda bahwa mereka tidak dibenarkan untuk memasuki Ranah Nata.
  2. Bukit Bendera yang berasal dari Gugung (bukit kecil), dimana pada tempat tersebut tumbuh sebatang pohon durian di Simpang Gugung dan di puncaknya dipasang sebuah bendera putih, sedangkan di puncak Bukik Bandera dipasang sebuah tonggak atau tiang berwarna merah. Perbuatan ini adalah untuk membuka jalan lurus ke daerah pesisir pantai dari puncak Bukik Bandera ke Gugung.dan untuk itulah makanya jalan Mandailing Nata terdapat jalan lurus di tanah ulayat Perlak Talas Kampung Sawah yang dibangun oleh Alexander Philips Godon pada tahun 1848 bersama Yang Dipertuan Huta Siantar yang peresmian pembangunan jalan ini diresmikan oleh Jenderal van Switen pada tahun 1851 dan pada waktu inilah masuknya orang Melayu di daerah pesisir pantai dibawah pemerintahan kontler KJ.Jellinghaus dan kemudian digantikan oleh AW. Van Ophuysen si tokoh bahasa Melayu Indonesia pada tahun 1852.
  3. Adapun peninggalan sejarah dari bangsa China adalah nama Singkuang dan Kunkun. Disebabkan         mereka membuka pemukiman baru pengger gajian kayu dihutan Singkuang Ranah Nata, maka tempat tersebut dinamakan Sing Kwang yang berarti Tanah Baru. Sedangkan tempat peristirahatan mereka         disuatu tempat bermain-main yang dalam bahasa China dinamakan Kun – kun yang berarti berleha - leha.
Mengenai Ulayat Ranah Nata atau yang disebut Ranah Nata itu secara geografis,terdapat beberapa istilah antara lain yaitu ;
1.      “ Dari lambah Sorik Marapi inggo ka tapi ombak nan badabuoh “  yang di Indonesiakan berarti dari lembah Sorik Merapi ( Batangnata ) sampai ketepi ombak yang berdebur          ( Pesisirbarat ). Jadi, yang termasuk dalam “ Lembah Sorik Merapi “ adalah Kecamatan Batangnata, Linggobayu dan Rantobaek , sedangkan yang termasuk dalam “ Ombak yang berdebur “ adalah Kecamatan Nata, Batahan , Muara Batanggadis dan Sinunukan.
2.      “ Diantaro Batu Nan Ampek “ yang di Indonesiakan berarti di antara batu yang empat. Yang dimaksud dengan “ Batu Nan Ampek “ adalah sebagai berikut ;
a.       Batu Bakuduong yaitu sebuah batu yang pontong. Batu ini mewakili pesisir pantai bagian Tenggara yang termasuk dalam ulayat Kecamatan Batahan. Kenapa dikatakan Batu Bakuduong ? Hal ini mengingatkan kisah penetapan Sisi Pancang Kedaulatan  ( Sipadan ) untuk Daerah Tugas Kerajaan ( Datuk ) antara Kerajaan Batahan dengan Kerajaan Air Bangis yang merupakan batas antara Sumatera Utara dengan Sumatera Barat. Dalam hal ini ada istilah yaitu “ dari durian di takuok Rajo inggo ka bukik nan indak ba acek “ yaitu mulai dari batang durian yang dipatuk oleh Raja sampai ke bukit yang tidak berpacat.
b.      Batu Mundam yaitu sebuah batu yang berbentuk batok kelapa atau tempurung yang terdapat di pesisir pantai bagian Barat Laut di Kecamatan Muara Batanggadis (Mubadis) yang juga mempunyai legenda dalam cerita Puti Berambang Sari, yaitu legenda tentang asal usul nama-nama tempat di sepanjang pantai,mulai dari Batu Bakuduong sampai  ke Batu Mundam  yaitu berasal dari sebuah timba tempu rung kelapa yang dipakai oleh Puti Berambang Sari sewaktu dikejar Rajo Biluluok yang melarikan diri bersama suaminya dan lalu karam di Samudera Indonesia.

c.       Batu Sondat yaitu sebuah nama tempat yang berada dibagian pedalaman Kerajaan Batahan yang merupakan tapal batas dibagian pedalaman dipenjuru bagian Timur Laut.

d.      Batu Gajah yaitu sebuah tempat di Kerajaan Lubu yang dirikan oleh Raja Angkola Si Hitam Lidah terdapat di Simpang Talam , pedalaman bagian Timur Ranah Nata yang termasuk dalam Kecamatan Batangnata.
3.      “ Diantaro Batang nan Ampek “ yaitu di dalam aliran sungai yang empat yaitu ;
a.       Batang Batahan yaitu alur perhubungan Kerajaan Batahan yang di dirikan oleh Sutan Rangkayo Majo Dirajo tahun 1711 yang datang dari Indopuro, Ujung Gading
Ibukota kerajaan di Kampuong Godang Sopobolo.
b.      Batang Nata yaitu alur perhubungan Kerajaan Ranah Nata dan Kerajaan Linggo bayu. Kerajaan Ranah Nata didirikan oleh Datuk Imam tahun 1700 dari Air Bangis bersama Pangeran Indra Sutan dari Indopuro berkedudukan di Padang Malako dan kemudian pindah ke Kampuong Bukik. Adapun Kerajaan Linggobayu adalah peme karan dari Kerajaan Ranah Nata yang didirikan oleh Pangeran Indra Sutan yang beribu kota di Simpang Bajambah.
c.       Batang Kunkun yaitu alur perhubungan Kerajaan Kinondom yang didirikan oleh Sutan Tiansyah dari Bengkulu yang berkedudukan di Simpang Sao, kemudian pin dah ke Bintuas.
d.      Batang Gadih yaitu alur perhubungan Kerajaan Singkuang yang didirikan oleh Raja Merangkat berkedudukan di Singkuang Kecamatan Mubadis.
Setelah berdirinya beberapa Kerajaan dan juga kerajaan-kerajaan kecil seperti Kerajaan Sinunukan , Batumundam , Tabuyung dan Simpang Sodang, maka penduduk Ranah Nata terdi ri dari berbagai etnis antara lain Aceh, Minang ,Rao ,Bugis ,Bengkulu ,Palembang ,Indopuro , Kalimantan , Nias dan China .

Dalam hal ini , Anak Muda Ranah Nata berhimpun untuk menata Seni dan Budaya yang mereka bawa dari daerah asalnya masing –masing yang di prakarsai oleh Ahmeed Sharkhani Hindustani dan Si Tiuk dari pihak Kerajaan dan peragaan pertama dilaksanakan sewaktu penobatan Raja Marah Ahmad Tuanku Pansiun tahun 1886 dalam tarian “ Tari Salapan “ yang merupakan tari persa tuan, kemenangan,kegembiraan dan ketrampilan. Kenapa tidak ! Didalam tari Salapan terdapat lagu-lagu Sampaya ( Melayu ), Kaparinyo ( Minang ), Kotobaru ( Kalimantan ) dan lain – lain.

Perangkat tari terdiri dari delapan untai kain panjang berwarna yang melambangkan kasih sayang yang merupakan perwakilan masing-masing suku etnis yang delapan suku yaitu (1) Aceh (2) Minang (3) Bugis (4) Rao (5) Indopuro (7) Bengkulu   (8) Palembang. Dari segi ketrampilan dimana menjalin dan membuka jalinan tali yang dijalin sambil menari
itu merupakan pelambang ikatan persatuan yang dijalin dalam aneka warna ( suku atau etnis/ daerah ) disatukan di Ranah Nata. Tari Salapan diawali dengan irama pallakam dan ditutup dengan irama plancer madam.
Pada tahun 1610 , Ranah Nata dibawah kekuasaan penuh oleh Aceh , sedangkan dari Pariaman datang pula Syekh Burhanuddin III.
Maka dengan demikian terjadilah pengembangan perkampungan, seperti Banjar Agam dan Jambuo Rao yang mayoritas penduduknya orang Minangkabau, Banjar Aceh dan Jambuo Aceh yang mayoritas penduduknya orang Aceh dan salah seorang Ulama Aceh bermakam di Jirat Malako bernama Teuku Umar Hasyim. Sedangkan orang Bengkulu menghuni Kinondom dan para pejuangnya bermakam di Lubuok Kase, dimana batu nisannya batu berbentuk  balok yang sebahagian sudah dibongkar karena pengaruh mimpi Porkas atau SDSB.
Demikian juga makam orang Ulando ( Belanda ) di Simpang Bada nyuik yang dulunya adalah lahan perumahan Hulubalang Raja Kerajaan Ranah Nata. Antara lain yang bisa penulis catat tanggal meninggalnya seperti Yohanna Petronella (1866 ), Pieter Mijer (1874) dan Pieter Leonard (1880 ). Sedangkan pemakaman orang Anggarei ( Inggris ) terdapat disamping rumah Dewan Nata H.Sutan Chaidir di Pasar Benteng yang sudah jadi pemukiman rumah penduduk.
Dalam menata sistem Pemerintahan Kerajaan , maka dibentuklan Kepala-kepala suku yang ada di Ranah Nata yaitu ;
1.      Suku Aceh dengan Kepala Suku Datuk Ketek yang memimpin masyarakat yang berasal dari
Dari Tanah Rencong atau Aceh
2.      Suku Rao dengan Kepala Suku Datuk Pangulu Panjang yang memimpin masyarakat yang berasal dari Mandailing dan perkawinan campuran Mandailing dengan Ranah Minang atau Minangkabau.
3.      Suku Minang dengan Kepala Suku Datuk Sinaro  yang memimpin masyarakat yang berasal dari Ranah Minang atau Minangkabau
4.      Suku Bandar X dengan Kepala Suku Datuk Mudo yang memimpin masyarakat yang berasal dari Pulau-pulau bagian Utara dan Barat Laut yang terdiri dari sepuluh bandar.
5.      Suku Barat dengan Kepala Suku Ketek yang memimpin masyarakat yang berasal dari Selatan dan Tenggara seperti Palembang,Bugis,Bengkulu dan Indopuro.

Keberadaan suku-suku ini digambarkan dalam Adat Istiadat yang dinamakan “ Saok Limo “ yaitu peralatan makanan yang disuguhkan kepada Marapulai ( Pengantin laki-laki ) yang ditaruh diatas dulang dan ditutup dengan tudung saji. Sedangkan dibagian umum atau luar di lambangkan dalam “ Paragat Tujuoh “ yang merupakan bendera 5 suku ditambah dengan bendera Kerajaan yang terbuat dari kulit kayu ipuh yang dicencang dan satu lagi adalah bendera Merah Putih. Betapa besarnya hasrat Kemerdekaan itu, dimana pada setiap dilaksana kann medirikan rumah, pada setiap pertemuan tonggak dengan jerejak dan bandul selalu di buat cabikan kain merah putih sebagai alas pertemuan perkakas kayu perumahan tersebut.
Dalam ruang Seni Budaya juga diadakan hasrat kemerdekaan itu dalam irama Arak Patang Marapulai, bersama suguhan gosokan biola peninggalan alat musik Portugis itu dilantunkan irama lagu-lagu perjuangan seperti lagu Maju Tak gentar, dari Sanag sampai Merauke, Indone sia Raya dan lainnya.
Sangat pantas sekali kita mengenang BS Farmansyah Sutan Botok yang tewas ditembak senapang serdadu oleh seorang yang berasal dari Ambon ketika beliau menaik kan bendera Merah Putih yang kini tinggal peninggalan kenangannya yaitu Tugu Proklamasi Kemerdekaan.



Kemudian pada tahun 1720, pindah Mangaraja Uhum dari Mandailing ke Ranah Nata. Sewaktu rombongan Mangaraja Uhum istirahat di Tor Pangolat,mereka melihat suatu pemandangan “ yang indah “ yang dalam bahasa Mandailing disebut “ Natar.. “.
Sesampainya ke Ranah Nata merekapun menyebutnya “ Natarida “ yang berarti yang indah atau yang tampak itu. Sebenar nya nama Natar itu adalah sebuah tempat yang ada di Lampung Selatan yang berarti ladang atau tanah datar sebagaimana yang ditulis oleh Drs.P.Wayong dalam bukunya Nama dan Geog rafis / Toponym yang dinamakan oleh Gele Haroen.
Pada tahun 1760, Sutan Baginda Martia Lelo mengadakan perjanjian dengan VOC di Ranah Nata yang dihadiri oleh Abraham Moashell ( Resident Nias ) yang disusul dengan masuknya bangsa Inggeris untuk kesekian kalinya pada tahun 1762, dan saat inipun mereka memper kuat nama Natal untuk Ranah Nata dan sekaligus membuat peta Ranah Nata dalam Lintang Utara 32” 30” dan Bujur Timur 99”  5”.
Pada saat inilah kolonial menguras rempah-remaph dari Ranah Nata termasuk lada di perkebunan lada Taluk Balai. Pada tahun ini juga saat datangnya Tuanku Rao dengan mengadakan Rapat Raksasa antara Minangkabau dengan Aceh untuk mengusir kaum penjajah dari Ranah Nata yang dibantu oleh pasukan laksmana Langkap dari Bugis. Kesepakatan Sulthan Alauddin Djoharsjah dengan Tuanku Rao dalam pengusiran penjajah sehingga berakhirnya sistem Pemerintahan Kerajaan.
Selanjutnya lahir seorang lagi calon Ulama Terkemuka Sumatera Utara, Syekh Abdul Fattah Mardia di Perlak Talas Kampung Sawah yang orangtuanya berasal dari Muaramais.
Adapun pemakaman beliau terdapat di Pagaran Sigatal Panyabungan, sedangkan pemakaman keluarganya termasuk isteri beliau di puncak Bukik Banjar Aceh, sekitar 100 meter dari Sumur Batu.

Sebelum berakhirnya masa Kerajaan, pada tahun 1823 Ranah Nata masuk Residensi Tapanuli Selatan. Pada akhir-akhir masa Kerajaan , Sutan Muhammad Nata dibuang ke Sibolga (sebenar nya Siboga)  kemudian masuklah dalam pemerintahan Noordelijk Afdeeling nd Wester n Kust Sumatera yang diperintahi oleh Posthouder A.H.In’tveld dan ditahun 1831 menjadi pemerinta han Civil & Militer yang diperintahi oleh Asisten Letnan Dresse.
Tahun 1833, a.n.Federation Mandailing, Radja Gadombang datang ke Ranah Nata untuk me minta Belanda meninggalkan Ranah Nata dan masuk ND Air Bangis pada tahun 1837 yang di perintahi oleh seorang kontler. Empat tahun kemudian dibukalah jalan dengan pembangunan yang diawasi oleh J.A.Godon dan kemudian Ranah Nata dipimpin oleh Tuanku Sutan Salim. Pada waktu inilah Edward Douwwes Dekker menjadi kontler di Ranah Nata sehingga terjadi dua kepemimpinan, kemudian Ranah Nata berobah dan masuk ND Resident Tapanuli hingga tahun 1906. Kemudian pada tahun 1855, Sutan Muhammad Shaleh menjadi Tuanku Ranah Nata yang ke – 10 hingga tahun 1876.
Pada masa inilah Syekh Abdul Malik Baleo Nata pergi naik haji ke Mekkah, AW van Ophuysen si pengarang bahasa Indonesia itu menjadi kontler di Ranah Nata dan pada tahun 1862, Willem Iskandar bersama Jellinghaus ( resident Mandailing Angkola) datang bermalam di Rumah Gadang Ranah Nata.
Tahun 1864 , WR Devidson membangun Tangsi Hitam yang kini telah berobah menjadi Rutan Natal, dan pada tahun 1886 seorang berkebangsaan India yang bernama Ahmeed Sharkani bersama Si Tiuk memperagakan tarian daerah Ranah Nata dalam pelantikan Raja ke-11 Tuanku Muhammad Arif gelar Tuanku Pansiun.
Pada tahun ini mulailah munculnya beberapa Seni Tradisional Dendang Asli (Sentra Deli ), baik Seni Tari Ranah Nata (Sentana) maupun Seni Lagu Daerah Pesisir Nata  (Selada Pesta). Dalam Sentana diperagakan tari Bungkuy, Barampek,Payung,Salendang,Pirieng dan Inai, sedangkan dalam Selada Pesta dilantunkan lagu lagu Sikambang,Sagu Jauo,Perak-perak,Simambang,Sarunei Aceh,Pulo Pinang dan Sinandong. Pada tahun 1907, Ranah Nata masuk Afdelling Natal Batangnatal cap Natal dibawah pimpinan GF Schuten dan tahun 1911 berdiri Sekolah Polisi Pertama di Sumatera yang sekarang menjadi SD Negeri No.142704 Natal. Kemudian pada tahun 1921 berdirilah Djamijatul Chairijah dengan Madrasahnya “ Soeboehoel Chair “ yang kemudian berganti nama Madrasah Budi Bahagia, kemudian Madrasah Raudhatul Ilmiyah (saat penulis belajar) dan kini menjadi Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 20 Natal yang pada saat itu, Ranah Nata diperintahi oleh Demang Baginda Indang Sabalaon yang mempimpin sampai tahun 1923.

Pada tahun ini juga berdiri kongsi dendang “ Nata Saiyo “ dibawah pimpinan Amin Gapuok dengan mendiri kan sebuah Taman sebagai tempat latihan menari dan berdendang. Kemudian pada tahun 1925 , Ranah Nata diperintahi oleh Demang Ali Hanafiah dan tahun 1930, Ranah Nata masuk Ofdelling Natal batangnatal cap Natal, Afdelling Padangsidimpaun dengan kontler WD Centher L.Fontijne dan pada saat itu pulan Sutan Muhammad Amin (nenek Sutan Takdir Alisjahana) dibuang ke Bengkulu. Tahun 1937, Ranah Nata masuk Ofdelling Natal Batang natal  cap Kotanopan dengan  kontler DM Hottelle.
Kemudian pada tahun 1938, Muhammadiyah berdiri di Ranah Nata dengan kepemimpinan Tuanku mudo, BS Farmansyah Sutan Botok, Sutan khalifah, Matnasin Rabun dan Sutan Chaidir (Dewan Nagari Nata). Selanjutnya pada tahun 1939 menjadi sistem kuria (Kedewanan) dan Dewan Negeri dipegang oleh Tuanku Mudo Hidayatsyah.

Pada tahun ini Ranah Nata menjadi beberapa Kedewanan yaitu Nata, Batahan ,Singkuang,Muarasoma,Aek Nangali dan Lingga bayu. Pada tahun 1942 sampai dengan tahun Kemerdekaan Republik Indonesia diperintahi oleh Gun Shai Bun yaitu Sodsida dan Nakasinji.
Dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh  Soekarno – Hatta , maka Ranah Nata dipimpin oleh Asisten Wedana antara lain H. Syariful Alamsyah (1946), H.Bardansyah (1948). Pada masa ini yaitu tahun 1949, Mayjen Sutan Nur Alamsyah meninggalkan Ranah Nata sesudah mendirikan Dewan Pertahanan yang diketuainya dengan wakil Sutan Oesman Sri Dewa, Tengku Zainal Abidin Tasya dan Tayamuddin dan penasehatnya adalah H.Abdul Aziz dan Taufiq Dahlan.
Pada tahun ini juga Tuanku Sutan Sri Dewa bersama Brigjen Syofyan Juned berlayar mengharungi Samudera Hindia ke Pulai Nias untuk mencari perbekalan. Pada tahun 1950 , Ranah Nata masuk Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kemudian Asisten Wedana dipegang oleh M. Sakti Hasayangan (1953).
Sebagai hidangan dalam Taplak kami tuliskan beberapa hidangan tulisan tentang Fakta Sejarah , Pendekar Ranah , Peninggalan Sejarah, Masakan Tradisional dan Seni Tradisional Dendang Asli  Ranah Nata

Sumber Bacaan :

No
Judul Buku
Pengarang
Tahun
01
A Discriptive of Ned Indies
Jhon Crawfurd
1856
02
Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao
DR.Hamka
1974
03
Binjek
Shaff Ra Alisyahbana
2000
04
Encyclopedia van Ned Indie
W .Marsden
1874
05
Greget Tuanku Rao
Drs.Basyral Hamidi Hrp.
2001
06
Handbook to North Sumatera Indonesia
Mahmud Bangkaru
2001
07
Indonesiana
Majalah Tempo
1984
08
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Depdikbud Jakarta
2000
09
Madina  nan Madani
Drs.Basyral Hamidy Hrp.
2004
10
Max Havelaar
Multatuli/HB Jassin
1985
11
Nama dan Geografis / Toponym
P.Wayong
-
12
Natal , Ranah nan data
Hj.Puti Balkis Alisyahbana
-
13
Perihal Bangsa Batak
E.St.Harahap
1960
14
Qamus Idris al - Marbawiy
Syekh M.Idris M.Azhary
-
15
Sedjarah Indonesia 2
Sanusi Pane
1956
16
Sejarah Ranah Nata
Shaff Ra Alisyahbana
1992
17
Sejarah Ulama Terkemuka Su.Utara
IAIN Sumut
1974
18
Taman Ranah
Shaff Ra Alisyahbana
1999
19
Tas Pesta
Shaff Ra Alisyahbana
2008
20
Tuanku Imam Bonjol
Drs.Mardjani Martamin
1985
21
Tuanku Rao
M. Onggang Parlindungan