Laman

Sabtu, 02 April 2011

PUTERA DAERAH

PUTERA DAERAH
Oleh : Shaff Ra Alisyahbana

Putera Daerah dalam istilah disebut Madani yaitu orang yang mengurus tanah kelahirannya sendiri di Sumatera Utara disebut Marsipature Hutana Be dan di Ranah nata disebut “ Mambolo Kampuong Ilaman “. Pada zaman dahulu disebut Pribumi secara Nasional.

Untuk memimpin suatu ulayat/wilayah atau daerah ataupun lembaga dan organisasi, kepemimpinannya lebih baik Putera Daerah. Itu adalah pendapat sebagian manusia ,tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya, termasuk saya. Supaya kepemimpinannya berjalan lancar dan didukung oleh masyarakat setempat, karena di sekelilingnya adalah sanak saudara dan kaum familinya. Putera daerah akan memelihara ranah kelahirannya sendiri, tetapi ada juga putra daerah yang membuat tanah kelahirannya semakin parah.

Saat sekarang ini kebanyakan Putera Daerah, sebut saja Parah membuat kampung halamannya semakin parah, karena tidak beradat istiadat atau berbudi luhur. Banyak Putra Daerah yang menjadi Kepala Desa (Kades) yang menja hannamkan ranah kelahirannya dan meluluh lantakkan ulayat nenek moyang nya sendiri karena dia bukanlah seorang Datuk yang bisa mengurus Daerah Tugas Kedaulatannya. Baik dia bersalah atau tidak, kaum famili di sekeliling nya akan membelanya sehingga dia tidak di salahkan lagi, sebab ada yang mengatakan tidak bersalah atau tidak boleh disalahkan.
Jangankan berbuat buruk, berbuat baik saja dia tidak melihat 3 orang yang disegani yaitu mertua, menantu dan ipar. Untuk memimpin disatu daerah / ulayat harus mempunyai Imtaq, Budi Luhur dan Beradat Istiadat dan tahu akan Daerah Tugas Keulayatan (DATUK) nya.

Tapi apa hendak dikata, karena kepemimpinannya berdasarkan dan ber modalkan uang, dipaksakan dia mencari uang dan memerlukan uang untuk mencapai sesuatu dan membenarkan sesuatu dengan kekuatan uang juga. Mayoritas Kades sekarang bukan berdasarkan Datuk, tapi berdasarkan pilihan dan bukan atas kesepakatan dalam rapat. Memilih haruslah memilah dan memilukan orang lain, agar dia bisa dan dapat dipilih karena pilihan uang, walaupun suara yang diperoleh berdasarkan jumlahnya uang pula. Dulu , Datuk itu diangkat berdasarkan hasil keputusan kerapatan adat, sebab memilih itu harus memilah siapa orang yang tahu di adat istiadat dan orang yang tidak memilukan masyarakat yang mengangkatnya.
Karena bukan berdasarkan kesepakatan, maka oknum tersebut tidak menge tahui adat istiadat, tanah ulayat bahkan tidak pernah mengikuti jalannya pelaksanaan beradat istiadat dalam acara Baralek. Menurut pendapat penulis , satu-satunya yang sudah di anggap Putera Daerah Yang Madani adalah Bapak Almarhum H.Sutan Bardansyah yang telah banyak berbuat untuk Ranah Nata. Betapa banyaknya Putra Daerah Ranah Nata yang menjadi PNS dan Aparat Pemerintah ketika beliau menjabat Sekwilda, Pak Kacili ( Aslim ) yang tidak tammat SD bisa diangkat menjadi PNS di Kandepdikbudcam Nata. Saya ingat ketika alm.Bapak Akoeb yang menjadi Kepala Kandepdikbud ( P & K ) di Kabupaten Tapanuli Selatan, abang saya Basyiran Batubara dan Hasnul Muhiddin dijemput dan ditanya mau jadi PNS dan jika mau datang mulai besok dan esoknya menerima Surat Pengangkatan Calon PNS. Sekarang terjadi tawar menawar besarnya “ uang mencalon “ yang hampir mencapai ratusan juta rupiah. Sekarang yang berhasil bukan orang pintar/pandai dan cendekiawan, tetapi adalah “ orang yang ber uang “. Kapankah uang terkembalikan kalau tidak harus KORUPSI dan paling tidak KORUPSI WAKTU. Apalagi mau jadi Pejabat Kepala Kantor atau Kepala Sekolah, Aahhhhh… entahlah ???

Demikian juga untuk menjadi seorang Penguasa haruslah “ Orang Kaya “, sebab harus “ Menabur Pesona dengan Uang “, karena dia minta pendukung dan harus calon Penguasa itu harus “ Ma Agie Kain Pandukuong “ untuk mengikuti masa “ Uang jadi Raja “ di zaman Era Globalisasi sekarang ini.

Sebenarnya, untuk memimpin suatu daerah itu bukan seharusnya Putra Daerah, tapi siapa saja bisa diterima asalnya dia berbekal Imtaq. Budi Pekerti yang baik dan mempunyai Niat Ikhlas serta mau belajar Adat Istiadat dimana dia memimpin karena pepatah mengatakan ; “ Dimano bumi di pijak , disitu langik di junjuong “. Tapi , pimpinan terendah sebagai Kades yang dulunya disebut Datuk tidak lagi memiliki sifat seorang Datuk yang mengurusi Daerah Tugas Kedaulatannya , karena tidak mengetahui seluk beluk adat istiadat. Bila dia mengetahui, tidak mungkin dia rela menggadaikan tanah adat atau meneri ma uang pago-pago dari perusahaan/pengusaha, karena dia tahu itu adalah milik desa yang diperuntukkan bagi masyarakat adat,guna untuk lahan pertain an atau tempat mencari hasil hutan sebagai mata pencahariannya guna memenuhi kebutuhan hidup dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.
Pengangkatan seorang Datuk dulunya berdasarkan kerapatan adat atau rapat desa dengan beberapa penilaian, tapi Kades berdasarkan pemilihan yang kadang mempergunakan uang untuk memperoleh suara yang terbanyak dan kadang ada pula yang tega membeli suara. Jika dia menang, orang-orang yang sudah dibeli suaranya tidak bisa bersuara lagi. Dia akan memilah siapa yang memilih dia dan yang tidak memilihnya dan akan memilukan bagi mereka.

Banyak sudah pilunya hati masyarakat karena seorang Kades tidak pernah memperjuangkan permohonan rakyatnya jika tidak ada apa-apanya untuk dia. Ingat !!! Kullukum ro’in ‘an rakyatihi “ Setiap pemimpin itu akan diminta per tanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Apakah mereka ini termasuk yang di firmankan Allah dalam Al-Qu”an yang mengatakan :
ﺃﻃﻴﻊﷲﻭﺃﻃﻴﻊﺍﻟﺮﺳﻭﻞﻭﺃﻟﻴﻸﻤﺮﻱﻤﻨﻜﻢ
Terserah !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar