Laman

Sabtu, 16 Juli 2011

PABARLING


PANTAI BARAT MANDAILING
oleh : Shaff Ra Alisyahbana Dt Malako

PANCARIAN DI BANTAI (PANTAI)
BANYAK MULARAT (BARAT)
MANJADI LANDAI & TERGILING (MANDAILING)


Kalau kita perhatikan situasi dan kondisi Ulayat Ranah Nata saat sekarang ini, sangat wajar sekali disebut “ PANTAI BARAT MANDAILING “, sebab sesuai dengan fakta yang aktual.

Kenapa tidak ...!!!

Begitu luasnya Ulayat Ranah Nata “ dari lambah Sorik Marapi inggo ka tapi ombak nan badabuoh “ atau “ Dilingkuong Batu nan Ampek “, seenaknya saja dibagi-bagikan dimeja biro dan di atas amplop guna untuk disawitkan oleh para pengusaha yang terkenal dengan julukan      “ investor “, tanpa adanya “ bungo “ kepada masyarakat ulayat itu sendiri seperti menjadikan mereka menjadi “ PETANI PESERTA PLASMA “.

“ PANTAI BARAT MANDAILING “ yang merupakan PANcarian di banTAI,Banyak mulaRAT dan MANjadi lanDAI dan tergiLING. Selain masyarakat pesisir yang mendiami ulayat pesisir pantai di sepanjang tepi laut Samudera Indonesia dengan mata pencaharian melaut (nelayan), dibagian pedalaman adalah mayoritas petani dengan lahan pertanian adalah tanah ulayat/adat Ranah Nata.

Sekarang usaha pertanian adalah tanah pembelian orangtuanya sendiri yang berada ditepi jalan atau dekat dengan jalan umum, sedangkan yang jauh dari pusat desa sudah digantirugikan pada orang-orang yang beruntung atau “ Sirah Rangga “. Jika dulunya tanah adat/ulayat adalah untuk lahan mata pencaharian rakyat petani seperti ma arik (mengambil papan), barotan, malukah,  mencari kapur barus dan lainnya, sekarang tiada lagi dan hanya pelepah kelapa sawit bertebaran disana sini. Tanah Ulayat telah menjadi milik Pengusaha dan masyarakat adat tidak bisa lagi mengolahnya kecuali tanah pembelian orangtuanya atau dia sendiri yang memakai surat/sertifikat.

Hal ini adalah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dan roda perekonomian rakyat dengan status ekonomi semakin meningkat, itu adalah isapan jempol belaka karena fakta membuktikan hanyalah mengurangi angka pengangguran menjadi kuli di perusahaannya, baik sebagai pendodos,perambah,pemupuk, dan setidaknya jadi mandor. Mungkinkah mereka selamanya menjadi kuli di perusahaan...??? Setidaknya, masukkanlah mereka menjadi Peserta Petani Plasma di ulayatnya masing-masing agar taraf hidup dan perekonomian mereka meningkat.

Saya sangat prihatin melihat rakyat Pulau Tamang yang berduyun-duyun meninggalkan kampung halamannya untuk jadi kuli di Taluk Ilalang dengan pekerjaan tersebut diatas sehingga ada seorang perambah yang telah berumur 70 tahun. Inikah yang disebut mensejahterakan rakyat... ???

Apakah ini bukan “ PANTAI BARAT MANDAILING “ ..???
Pancarian dibantai,banyak melarat dan menjadi landai dan tergiling.Pancarian (mata pencaharain penghasilan hidup) seperti barotan, mangguris, balukah, ma arik dan lainnya sudah dibantai dengan habis dan disawitkan oleh pengusaha berdasi, hutan bakau ditebangi, sehingga banyak yang melarat (golongan ekonomi lemah) alias dhu’afa dan menjadi landai (mendekati datar alias musnah) karena tergiling (dikuasai oleh Penguasa dan Pengusaha).

Kita harapkan kepada Bapak Bupati/Wakil Bupati Madina yang baru saja dilantik pada tgl.28 Juni 2011 yang baru lalu, penuhilah janji-janji masa kampanye, sebab Allah SwT mengatakan :

ﻳﺎﺍﻳﻬﻟﺫﻳﻦﺍﻣﻨﻭﻋﻭﻓﻭﺒﻟﻌﻗﻭﺪ

Yaa Ayyuhaladzina amanu ‘aufu bil’uqud “. Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah janjimu..!!!.


Demikian juga masalah lainnya seperti masalah listrik yang semakin lama semakin parah karena “ lebih banya mati daripada hidup “ dan jikapun hidup tidak dapat mengoperasikan komputer dan lainnya sebelum jam 24.00 WIB.

Apakah ini merupakan dendam atas insiden “ Sasaran Sirah “ beberapa tahun yang lalu.

Wallahu’alam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar